Minggu, 06 Desember 2009

BUDIDAYA HUTAN 2

MAKALAH


DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS MATA KULIAH
BUDIDAYA





Masyarakat hutan merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh, juga merupakan masyarakat yang dinamis, yang terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-¬tumbuhan. Tahap tersebut antara lain adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan serta reaksi terhadap tempat tumbuh serta stabilisasi. Proses inilah yang disebut suksesi. Suksesi ini merupakan hasil dari tumbuhan itu sendiri, dalam arti bahwa tumbuhan yang berada dalam daerah tersebut suatu saat mampu mengubah lingkungannya, seperti tanah, tumbuhan dan iklim mikro di atasnya. Hal ini akan membuat spesies lebih mudah menyesuaikan diri daripada tumbuhan itu sendiri. Suatu masyarakat hutan akan mengalami perkembangan dan proses penuaan yang terjadinya dipengaruhi faktor-faktor tempat tumbuh dan reaksi dari vegetasi terhadap tempat tumbuh tersebut. Proses perkembangan masyarakat hutan inilah dinamakan suksesi hutan.
Suksesi primer terjadi apabila masyarakat asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya masyarakat asal tersebut secara total. Kemudian di tempat itu akan muncul atau terbentuk habitat baru, yang tidak mampu membentuk masyarakat asal lagi. Dengan demikian, yang dimaksud dengan suksesi primer adalah perkembangan vegetasi, mulai dari habitat yang tidak bervegetasi serta mampu melewati tahapannya tanpa gangguan dari luar, sampai padsa masyarakat yang stabil atau klimaks. Suksesi primer ini terbagi lagi menjadi 2 jenis, yakni suksesi yang berawal dari habitat kering, yang disebut suksesi xerark, dan suksesi yang berawal dari daerah basah (air tergenang) yang disebut suksesi hidrark.


2. DEFINISI HUTAN SEKUNDER
Hutan sekunder adalah fase pertumbuhan hutan dari keadaan tapak gundul, karena alam ataupun antropogen, sampai menjadi klimaks kembali. Tidak benar bahwa hutan sekunder tidak alami lagi, yang benar istilahnya adalah “Hutan Alam Sekunder” untuk membedakannya dari hutan alam primer
Sifat-sifat hutan sekunder :
• Komposisi dan struktur tidak saja tergantung tapak namun juga tergantung pada umur.
• Tegakan muda berkomposisi dan struktur lebih seragam dibandingkan hutan aslinya.
• Tak berisi jenis niagawi. Jenis-jenis yang lunak dan ringan, tidak awet, kurus, tidak laku.
• Persaingan ruangan dan sinar yang intensif sering membuat batang bengkok. Jenis-jenis cepat gerowong.
• Riap awal besar, lambat laun mengecil.
• Karena struktur, komposisi dan riapnya tidak akan pernah stabil, sulit merencanakan pemasaran hasilnya.


3. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN SUKSESI SEKUNDER
 • Fase Permulaan
Setelah penggundulan hutan, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa yang tersisa yang mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak muncul dengan cepat dan menempati tanah yang gundul.
 • Fase Awal/Muda
Kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak-semak digantikan oleh jenis-jenis pohon pionir awal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertumbuhan tinggi yang cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang sedikit, daun-daun berukuran besar yang sederhana, relatif muda/cepat mulai berbunga, memproduksi banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang disebarkan oleh burung-burung, tikus atau angin, masa hidup yang pendek (7- 25 tahun), berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang luas. Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-pohon pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikan/ditutupi oleh pionir-pionir awal yang cepat tumbuh. Proses-proses biologi akan berjalan lebih lambat setelah sekitar 20 tahun.Ciri-ciri ini adalah permulaan dari fase ketiga (fase dewasa).
 Fase Dewasa
Setelah pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi maksimumnya, mereka akan mati satu per satu dan secara berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir akhir yang juga akan membentuk lapisan pohon yang homogen (Finegan 1992). Secara garis besar, karakteristik-karakteristik pionir-pionir akhir yang relatif beragam dapat dirangkum sebagai berikut: Walaupun sewaktu muda mereka sangat menyerupai pionir-pionir awal, pionir-pionir akhir lebih tinggi, hidup lebih lama (50-100 tahun), dan sering mempunyai kayu yang lebih padat. Pionir-pionir akhir menggugurkan daun dan memiliki biji/benih yang disebarkan oleh angin, yang seringkali dorman di tanah dalam periode waktu yang sangat lama. Dalam akhir fase, akumulasi biomasa berangsur-angsur mengecil secara kontinyu.
 Fase klimaks
Pionir-pionir akhir mati satu per satu setelah sekitar 100 tahun (Liebermann & Liebermann 1987) dan berangsur-angsur digantikan oleh jenis-jenis tahan naungan yang telah tumbuh dibawah tajuk pionir-pionir akhir. Jenis-jenis ini adalah jenis-jenis pohon klimaks dari hutan primer, yang dapat menunjukkan ciri-ciri yang berbeda. Termasuk dalam jenis-jenis ini adalah jenis-jenis kayu tropik komersil yang bernilai tinggi dan banyak jenis lainnya yang tidak (belum) memiliki nilai komersil. Perlahan-lahan suatu kondisi keseimbangan yang stabil (steady-state) mulai terbentuk, dimana tanaman-tanaman yang mati secara terus menerus digantikan oleh tanaman (permudaan) yang baru.

4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN
HUTAN SEKUNDER
4.1. FAKTOR-FAKTOR EKOLOGI
 Kondisi-kondisi tapak
Formasi hutan (vegetasi fase klimaks) yang dimasukkan dalam suatu zona iklim tertentu memberikan petunjuk mengenai ciri-ciri dari suatu hutan sekunder di masa yang akan datang, karena dalam jangka-waktu tertentu hutan sekunder ini akan berkembang kearah vegetasi klimaks -tentu saja apabila tidak ada sumberdaya genetik yang hilang. Setiap benua memperlihatkan adanya perbedaan-perbedaan didalam zona vegetasi yang sama, tergantung pada sejarah perkembangan mereka masing-masing.
Perbedaan-perbedaan iklim dalam suatu jalur vegetasi (misalnya temperatur dan curah hujan) juga mempengaruhi jalannya suksesi. Pada daerah-daerah yang tinggi (pegunungan) di kawasan tropika, fase pionir sama-sekali tidak terjadi dan areal-areal tersebut langsung dikolonisasi dengan jenis-jenis pohon klimaks. Faktor ekologi lainnya yang penting untuk suksesi adalah kesuburan tanah (Finegan 1992). Degradasi tanah yang terjadi dapat sedemikian beratnya akibat gangguan-gangguan manusia yang sangat kuat, sehingga proses penghutanan kembali secara alami dapat terhalangi selama beberapa dekade atau bahkan beberapa abad (Corlett 1995).
 Sumberdaya-sumberdaya permudaan/regenerasi
Disamping kondisi-kondisi abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan hutan sekunder juga tergantung pada komposisi dan kerapatan flora dan fauna yang berhubungan dengan regenerasi. Disini, hal-hal yang penting adalah vegetasi yang tersisa di areal hutan sekunder setelah adanya gangguan, seperti juga jarak dari hutan (misalnya hutan primer) yang (masih) ada. Kemampuan regenerasi alam yang ada (dalam bentuk coppice, tunas-tunas akar dan biji-biji/benih-benih yang berada di tanah) sangat mempengaruhi jalannya suksesi.
4.2. PENGARUH MANUSIA
 Pemanfaatan Kayu
Penebangan/pengambilan kayu memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap flora dan fauna, seperti juga halnya terhadap iklim mikro dan tanah. Fauna dipengaruhi secara tidak langsung dengan rusaknya habitat mereka dan secara langsung melalui perburuan. Besarnya pengaruh/akibat dari pembalakan tergantung pada intensitas dan frekwensinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin banyak pohon yang ditebang dan semakin luas areal yang diusahakan, maka semakin baik kondisi-kondisi untuk permudaan jenis-jenis pionir awal serta semakin kecil keragaman benih/bibit yang tersedia dan dengan demikian keragaman jenis yang ambil bagian dalam suksesi.
 Tebang Pilih
Pada kegiatan penebangan secara selektif (tebang-pilih) sebagian besar dari keanekaragaman jenis tidak menghilang. Gap-gap yang terjadi akibat penebangan biasanya ditutupi oleh pertumbuhan pohon-pohon disekitarnya. Meskipun demikian, tebang-pilih juga dapat mengakibatkan pemiskinan jenis sampai punahnya satu atau lebih jenis pohon di suatu wilayah. Hal ini terutama terjadi di daerah-daerah dimana jenis-jenis pohon klimaks dengan biji yang berat mempunyai kerapatan yang rendah, atau dimana potensi rekolonisasi tidak ada akibat penggundulan daerah-daerah disekitarnya. Karena pada sistem tebang-pilih hampir semua jenis pohon komersil ditebang, maka potensi ‘ekonomi’ hutan menjadi sangat berkurang dengan semakin sedikitnya keanekaragaman jenis pohon yang masih tersisa. Tebang-pilih juga sangat melindungi struktur tanah dan ketersediaan unsur hara,yang dengan demikian memungkinkan terjadinya rekolonisasi secara cepat (Corlett 1994). Jika tebang-pilih dilakukan di sebuah hutan berulang-kali dalam jangka-waktu yang panjang, maka proporsi jenis-jenis pohon komersil akan berkurang, unsur-unsur hara akan menipis, dan tegakan tersebut akan semakin terbuka. Tebang Habis
Dalam sistem tebang-habis, seluruh jenis pohon yang ada ditebang. Struktur tanah dan unsur-unsur hara yang ada dirusak sedemikian rupa sehingga rekolonisasi areal tersebut didominasi oleh jenis-jenis yang berasal dari luar areal tersebut (Corlett 1994). Dalam keadaan seperti ini, ketersediaan, penyebaran dan frekwensi jenis-jenis potensil sangat menentukan proses suksesi yang terjadi.
Sebagai akibat dari eliminasi vegetasi secara total dalam skala besar melalui kegiatan tebang-habis, maka hutan-hutan sekunder yang tumbuh setelah itu pada umumnya miskin akan jenis dan seringkali tidak mempunyai jenis-jenis pohon yang berasal dari komunitas pohon klimaks. Pada tanah-tanah yang padat, rekolonisasi memakan waktu yang lebih lama. Perbedaan antara tebang-pilih dan tebang-habis menjadi semakin tidak jelas apabila hutan-hutan tersebut semakin sering ditebang atau tidak ditebang seluruhnya dalam sistem tebang-habis. Setiap batang pohon yang ditinggalkan mempunyai efek yang positif terhadap kecepatan rekolonisasi dan komposisi jenis dari hutan yang baru (Fedlmeier 1996).
 Kebakaran
Kebakaran yang biasa terjadi di daerah-daerah dengan periode kering yang jelas memperbesar dampak-dampak dari tebang-habis seperti yang dipaparkan di atas. Kebakaran yang terjadi berulang-kali bahkan dapat menyebabkan degradasi secara permanen dengan memusnahkan kemampuan akar dan batang untuk bertunas serta kemampuan benih-benih jenis-jenis pohon pionir yang berada di tanah untuk berkecambah. Peningkatan persediaan unsur-unsur hara yang terjadi setelah adanya kebakaran dapat berlangsung sampai 3 tahun lamanya.
 Pertanian
Tebang pilih, tebang habis dan/atau kebakaran seringkali merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum dilakukannya pemanfaatan lahan untuk pertanian. Karena itu, seluruh dampak/efek yang telah dijelaskan di atas juga berlaku untuk pemanfaatan lahan untuk pertanian. Budidaya pertanian skala kecil saja sudah dapat sangat mengurangi potensi permudaan melalui pemusnahan tanaman-tanaman muda yang ada dan penurunan kemampuan untuk bertunas dari batang-batang yang ada (coppice) (Corlett 1995). Oleh sebab itu, rekolonisasi areal tersebut tergantung sepenuhnya dari vegetasi yang berada disekitarnya. Didalam ruang-lingkup sistem-sistem tradisional perladangan berpindah, komposisi jenis dari hutan-hutan yang kemudian berkembang sangat dipengaruhi oleh tindakan-tindakan yang dilakukan, yaitu mulai dari penanaman pohon-pohon buah berumur panjang sampai pada pengmebangan komunitas-komunitas suksesi secara buatan. Degradasi ini sangat memperlambat jalannya suksesi. Di daerah-daerah tropik, pemanfaatan lahan untuk pertanian dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun menyebabkan degradasi lahan yang berat.
 Peternakan/penggembalaan di padang rumput
Padang rumput selalu ditinggalkan bila kondisi-kondisi yang ada tidak lagi menunjang kegiatan penggembalaan. Kedalam kondisi-kondisi ini termasuk pengambilan kembali hak-hak penggunaan lahan, masalah-masalah yang menyangkut kesehatan ternak, serta keterbatasan ekonomi yang menyebabkan peternakan tidak menguntungkan lagi dan menurunnya kesuburan tanah. Potensi permudaan yang masih ada (setelah tebang-habis) untuk berkecambah bertahan lebih lama apabila lahan tersebut digunakan untuk penggembalaan ternak dibandingkan dengan apabila lahan tersebut digunakan untuk budidaya tanaman pertanian. Selain itu, setelah digunakan untuk penggembalaan lahan, tersebut memiliki lebih banyak bahan organik dibandingkan dengan, contohnya, setelah digunakan sebagai perkebunan kopi. Dilain pihak, padang rumput di dataran-dataran rendah tropik basah dan tropik beriklim sedang kebanyakan akan menghilang, kecuali apabila terjadi kebakaran secara periodik (Goldammer 1995).









5. KONDISI HUTAN SEKUNDER DI INDONESIA
Pemanfaatan terus-menerus sumberdaya alam dari hutan-hutan primer dan sekunder dilakukan melalui :
a) Pemanfaatan kayu: melalui pembukaan tajuk dan meningkatnya pertumbuhan semak belukar, kegiatan ini menyebabkan terbentuknya hutan sekunder yang lebih rendah daya tahannya terhadap api apabila dibandingkan dengan hutan-hutan primer.
b) Perladangan berpindah: pembangunan jalan dan proyek transmigrasi menyebabkan meningkatnya kegiatan perladangan berpindah.
c) Konversi lahan menjadi areal perkebunan meningkatkan bahaya kebakaran.
Berkembangnya hutan-hutan sekunder setelah kebakaran mempunyai berbagai konsekuensi terhadap fungsi-fungsi ekonomi dan perlindungan (hutan):
 menurunnya tingkat kesuburan tanah;
 meningkatnya erosi tanah;
 menurunnya kapasitas infiltrasi air;
 menurunnya hasil-hasil panen yang disebabkan oleh serangan / gangguan binatang (burung-burung, babi hutan, dan monyet), yang tidak mendapatkan makanannya lagi dalam jumlah yang cukup di hutan-hutan sekunder;
 membaiknya kondisi-kondisi untuk kegiatan perburuan pada tahun-tahun pertama setelah kebakaran hutan;
 berkurangnya kemungkinan-kemungkinan pengambilan produk-produk non-kayu (misalnya: rotan, damar);
 berkurangnya pemanfaatan jenis-jenis pohon komersil; Kegiatan pemanfaatan kayu dipusatkan pada daerah-daerah yang tidak atau mengalami kerusakan ringan akibat kebakaran hutan;
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa komposisi dan jenis spesies tidak bisa menyamai bentuk aslinya, seperti apa yang dikemukakan oleh Gradwohl dan Greenberg (1988):
• Penebangan dan pembakaran kemungkinan akan melepaskan zat hara ke dalam tanah tropik yang miskin, yang kemudian diluruhkan dengan adanya hujan tropik yang hangat.
• Rumitnya proses regenerasi, seperti pengaruh iklim mikro terhadap semaian pohon hutan asli, di mana suksesi awal dimulai dari spesies jenis pendatang.
• Biji hutan tropika sering disebarkan oleh hewan yang adakalanya sangat sedikit jumlahnya, sehingga sumber biji harus berada di dekat daerah tebangan. Pohon sangat memerlukan adanya hubungan simbiosis khusus dengan jamur yang dikenal sebagai mikorhiza.
• Terdapatnya kumpulan biji yang belum berkecambah di tanah tropik yang dikenal sebagai "bank benih".
• Rerumputan dan semak yang kaku, berduri dan tahan api, menjadi subur setelah proses pembakaran dan perumputan yang lama. Tumbuh-tumbuhan ini dapat menghambat pertumbuhan hutan


6. PENUTUP
Hutan sekunder dapat kembali mencapai klimaks tergantung seberapa besar pengaruh diterimanya dari faktor ekologi dan faktor manusia. Kerusakan dapat lebih parah, apabila keadaan tanah dan air yang terganggu sehingga klimaks asal tidak mungkin dapat dicapai lagi. Dengan demikian, terbentuklah apa yang dinamakan disklimaks. Vegetasi yang mengalami gangguan karena kebakaran terus-menerus akan didominasi oleh adanya pertumbuhan alang-alang (Imperata cylindrica).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar