Selasa, 01 Desember 2009

Kebakaran Hutan

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dan khususnya di Kalimantan Timur dalam lima belas tahun terakhir menunjukkan trend yang semakin meningkat frekuensinya dan dalam luasan yang makin meningkat , sehingga menimbulkan kerugian ekonomi, sosial, lingkungan dan bahkan politis yang semakin besar.
Kalimantan Timur dengan luas wilayah sekitar 21 juta ha memiliki kawasan hutan lebih kurang 14,6 juta ha terdiri dari 34% merupakan kawasan konservasi dan 66% hutan produksi. Saat ini merupakan salah satu daerah paling rawan terhadap kebakaran vegetasi.
Kebakaran hutan dan lahan umumnya disebabkan oleh faktor manusia, baik disengaja maupun tidak disengaja. Sangat sedikit kemungkinan akibat dari faktor alam (petir, gunung merapi dan lain-lain).
Kebakaran hutan dan lahan besar di Kalimantan Timur tahun 1982/83 mencapai 3,5 juta ha (Anonim, 1998) dan terus terjadi hampir setiap tahun dengan luasan yang variatif, kebakaran besar terjadi lagi tahun 1997/98 yang mencapai luas 5,2 juta ha, hampir 2,3 juta ha merupakan areal konsesi (Hoffman, dkk., 1999). Suatu perkiraan menghitung biaya akibat kebakaran tahun 1982/83 sekitar US $ 9 milyar, dimana hampir US $ 8,3 milyar berasal dari hilangnya tegakan pohon (Hess, 1994 dalam FWI/GFW, 2001).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, mulai dari penyuluhan, kampanye, pendidikan lingkungan, penyediaan peralatan, pelatihan dan pembentukan regu pemadam, dan bahkan pembentukan lembaga khusus pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan arahan dan kebijakan nasional yang mulai dilakukan sejak tahun 1980-an.
Proyek Integrated Forest Fire Management (IFFM/gtz), bantuan Jerman telah memberikan dasar yang kuat untuk pengembangan sistem pengendalian terpadu kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Timur dan telah turut membidani terbentuknya lembaga Unit Pelaksana teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Samarinda di bawah Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur yang bertanggung jawab dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
UPTD PKHL Samarinda dengan bantuan Bank Pembangunan Jerman (KfW) telah membangun berbagai fasilitas pendukung(sarana-prasarana) dan penyediaan peralatan di 12 kabupaten/kota dan Taman Nasional di Kalimantan Timur dan menyelenggarakan kegiatan penginformasian, pencegahan dan operasional pengendalian kebakaran hutan dan lahan dan aspek-aspek seperti pengkoordinasian kegiatan lintas kabupaten, menyediakan usulan kebijakan, pelayanan, petunjuk teknis dan dukungan kepada semua pihak terkait dalam pengelolaan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan Timur dengan tujuan untuk memantau, mencegah dan memadamkan kebakaran hutan dan lahan.
B. Maksud dan Tujuan
Memberikan gambaran ringkas, tentang penyebab dan dampak kebakaran hutan dan lahan serta upaya-upaya yang telah dan akan dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan (pengelolaannya) di Kalimantan Timur, termasuk pengembangan kelembagaan dan jaringan serta dukungan prasarana dan pembiayaan.


I. PENYEBAB DAN DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
A. Penyebab Kebakaran
Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia lebih 90% disebabkan oleh faktor manusia, baik disengaja maupun tidak disengaja (kelalaian), dan sangat sedikit yang disebabkan oleh faktor alam seperti akibat letusan gunung berapi, petir. Pada setiap daerah faktor kebakaran yang disebabkan oleh manusia sangat bervariasi, menurut Anonim (2003) aktivitas manusia yang terkait dengan kebakaran hutan dan lahan antara lain : kegiatan konversi lahan (35%), perladangan liar (25%), pertanian (17%), kecemburuan sosial (14%), dan proyek transmigrasi (8%). Ada empat penyebab kebakaran langsung yaitu : api digunakan dalam pembukaan lahan, api digunakan sebagai senjata dalam masalah konflik tanah, api menyebar secara tidak sengaja dan api yang berkaitan dengan ekstraksi suberdaya alam.
Menurut Chokkalingam (2004) penyebab kebakaran hutan di Kalimantan Timur adalah kesengajaan, api pembakaran dan sebab-sebab tidak langsung yang mempengaruhinya. Kesengajaan dilakukan atas pertimbangan yang cukup, misalnya untuk pembukaan lahan tradisional, namun karena tidak terkendali kebakaran meluas ke areal lain; Api pembakaran biasanya berasal dari penebang kayu, perusahaan perkebunan, petani dan lain-lain; Sebab tidak langsung antara lain konflik lahan, kegiatan logging yang intensif, insentif ekonomi yang meningkatkan konversi lahan dengan api, perubahan vegetasi yang rentan kebakaran.
Studi aktual penyebab kebakaran sangat terbatas. Pada kasus wilayah Jempang dan Long Segar, sumber api berasal dari masyarakat setempat dan pendatang yang mencari ikan dan mencari sumber alam lainnya, kebakaran sering terjadi di sekitar sungai dan danau. Sebab tidak langsung adalah api digunakan sebagai sarana, rendahnya nilai floristik dibanding ikan, tidak ada dampak negatif yang diterima dari dari lokal yang berkepentingan, kurangnya teknologi dan infrastruktur serta insentif ekonomi, terbatasnya pilihan mata pencaharian dan lain-lain Chokkalingam (2004).
Tabel 1. Kebakaran hutan di Kalimantan Timur

No Tahun Kebakaran Luas (Ha) Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
4.693,29
3.526,00
350,00
3.963,00
34,5
301,75
21.483,00
508.732,00*
-
-
165.548,3**
8.897,5**
285**
756,3**
69,3**
878,5**
*) Anonim 2003
Sumber : Ditjen PHPA (1998)
**) Laporan Kebakaran Hutan dan Lahan Dari Kabupaten/ Kota
Sumber : UPTD PKHL Samarinda
Hoffman dkk. (1999) memperkirakan kebakaran tahun 1997/ 1998 di Kalimantan Timur seluas 5,2 juta ha.
Faktor penyebab kebakaran menjadi sumber data/informasi yang penting dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan dimasa yang akan datang, agar lebih efektif pada sasaran penyebabnya.
B. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan dampak terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan politis. Menurut Ditjen PHPA kebakaran hutan di Indonesia setiap tahunnya rata-rata merusak sekitar 30.000 ha hutan, bahkan kebakaran hutan dalam kurun waktu tahun 1982-1992 rata-rata merusak 47.721,075 ha/tahun. Dalam 15 tahun terakhir Indonesia mengalami lima kebakaran besar. Khusus kebakaran tahun 1997/98 bukan hanya merupakan bencana lokal ataupun nasional, tetapi juga menjadi bencana regional (Anonim, 1998).
Menurut EEP (1998) kerugian sosial ekonomi dan ekologis yang ditimbulkan cukup besar, bahkan dalam beberapa hal sulit untuk diukur dengan nilai rupiah. Secara ekologis kebakaran mengancam flora dan fauna, bahkan mungkin membuatnya punah. Kerugian yang ditanggung oleh bangsa kita akibat kebakaran 1997/98 diperkirakan mencapai Rp. 5,98 trilyun (70,1 % PDB) sektor kehutanan. Malaysia mengalami kerugian US $ 300 juta di sektor industri dan pariwisata, sedang Singapura mengalami kerugian sekitar US $ 60 juta di sektor pariwisata (Anonim, 1998). Anonim (1998) memberikan indikasi kerugian sosial yang mencakup : meningkatnya kerawanan pangan di desa akibat panen terganggu; hilang atau menurunnya tingkat pendapatan masyarakat akibat rusaknya aset tanaman kebun; kerugian akibat hilangnya tempat tinggal, terganggunya kesehatan baik jangka pendek maupun panjang dan hilangnya rasa ketenteraman.
Hasil studi Haase (2002) menunjukkan bahwa total kerugian Kalimantan Timur akibat kebakaran hutan dan lahan 1997/98 ditaksir sekitar US $ 5,7 milyar (harga 1996). Kebakaran ini menimbulkan kerusakan pada bidang kehutanan antara lain : Kehilangan kayu; kehilangan kayu dimasa yang akan datang, biaya rehabilitasi, rusaknya HTI. Keuntungan dari hutan lainnya seperti : hasil hutan non kayu, nilai rekreasi, fungsi ekologi atau manfaat hutan secara tidak langsung, keanekaragaman hayati, pelepasan karbon, hutan lindung. Dari sektor pertanian : kerugian terhadap perkebunan, hilangnya produksi dari masyarakat lokal, transmigrasi; perikanan, kerugian pengeluaran untuk pemadaman, kedaruratan mengatasi bencana, masalah kesehatan; infrastruktur; peningkatan biaya produksi, berkurangnya pariwisata; masalah transportasi baik laut maupun udara.


II. UPAYA-UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KALIMANTAN TIMUR

Di Kalimantan Timur sejak tahun 2001 telah dibentuk lembaga pengelolaan kebakaran hutan dan lahan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 16 Tahun 2001 tqnggql 24 September 2001 tentang Pembentukan Susunan dan Tata Kerja Organisasi Pelaksana Teknis Dinas yaitu UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Samarinda yang berada di bawah Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. Tiga kerangka kerja yang dilaksanakan dalam sistem manajemen kebakaran hutan oleh UPTD~PKHL adalah Sistem Informasi Kebakaran, Pencegahan kebakaran dan Pemadaman/Operasional Kebakaran.

A. Sistem Informasi Kebakaran

Sistem informasi kebakaran adalah suatu sistem yang mengelola data dan infromasi yang terkait dengan ruang kebakaran dalam suatu acuan terpadu. Sistem ini berbasis komputer dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG) yang membantu untuk pengolahan data geografis dan data lainnya, memanipulasi, mentransformasi, menganalisis dan akhirnya menampilkannya. Sistem ini bertugas antara lain pemantauan dan deteksi kebakaran, menentukan kriteria bahaya kebakaran, analisis data dan penyebaran informasi ke berbagai instansi terkait.
1. Pemantauan dan deteksi kebakaran
Penggunaan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan dan lahan untuk skala wilayah yang luas. Hasil deteksi adalah berupa hotspot (titik panas). Sebuah hotspot mewakili areal 1,1 km2, ini menunjukkan bahwa ada satu atau beberapa kebakaran dalam areal itu, namun itu tidak menjelaskan jumlah, ukuran dan intensitas kebakaran dan areal terbakar.
Tabel 2. Perkembangan hotspot di Kalimantan Timur
No Tahun Jumlah Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007 385
80
1090
77
2.563
2.596
6.191
195* *) s/d Maret 2007
2. Sistem peringatan dini
Sistem peringatan dini yang dipergunakan di Kalimantan Timur adalah Fire Danger Rating (Tingkat Bahaya Kebakaran). Sistem ini mempertimbangkan pengamatan data cuaca harian dan oleh karena itu dapat diperbaharui setiap hari dan secara tepat dipergunakan dalam areal setempat yang spesefik. Informasi ini sangat berguna bagi managemen kebakaran untuk merencanakan perlunya usaha-usaha pencegahan.
KBDI mempunyai kisaran nilai 0 – 2.000. Untuk kemudahan interpretasi bagi para manager kebakaran, KBDI dibagi dalam empat kelas yang terkait dengan skala sifat bahaya kebakaran yaitu ;
- Rendah : 0 – 900
- Sedang : 1000 – 1499
- Tinggi : 1500 – 1749
- Sangat tinggi : 1750 – 2000
3. Zone dan peta rawan kebakaran
UPTD PKHL Samarinda sudah membuat peta rawan kebakaran hutan dan lahan, baik yang statis maupun yang dinamis. Peta kerawanan yang statis merupakan peta yang dikembangkan dari faktor-faktor seperti jaringan jalan, sungai, pemukiman, ketinggian tempat dari permukaan laut, penutupan lahan, peta kerusakan kebakaran sebelumnya dan curah hujan tahunan rata-rata. Peta kerawanan kebakaran yang dinamis adalah selain menggunakan faktor-faktor seperti jaringan jalan, sungai dan pemukiman, juga menggunakan vegetasi, KBDI dan NDVI (Normalize Difference of Vegetation Index) yang merupakan derivasi dari citra NOAA-AVHRR.
Peta dan zone kerawanan sangat bermanfaat dalam perencanaan kegiatan pencegahan dan penempatan personil dan peralatan pemadam kebakaran kepada daerah yang prioritas.
4. Siaga kebakaran hutan dan lahan
Penentuan siaga kebakaran hutan dan lahan selama ini ditentukan oleh Pemerintah Pusat (Departemen Kehutanan). Apabila aktivitas kebakaran hutan dan lahan sudah meningkat pada berbagai propinsi di Indonesia, maka ditetapkan dalam status siaga I dan seterusnya.
Kalimantan Timur berupaya untuk membuat perhitungan kriteria siaga kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan berbagai parameter pada beberapa wilayah kabupaten dan untuk seluruh propinsi; Kriteria siaga ditetapkan dalam empat tingkat yaitu : normal, siaga tiga, siaga dua dan siaga satu. Setiap kondisi kesiagaan ada job-job atau uraian tugas pengelola kebakaran, sehingga memberikan pedoman kegiatan yang mestinya dilakukan oleh lembaga pengelola kebakaran. Disisi lain, bagi Gubernur dan Bupati/Walikota menetapan kondisi kesiagaan daerahnya masing-masing sebagai arah kegiatan instansi terkait dan masyarakat dalam menghadapi kondisi ancaman bahaya kebakaran.
Tabel 3. Perkembangan kesiagaan kebakaran di Kalimantan Timur Tahun 2006
No Kabupaten/ Kota Tingkat Kesiagaan
Siaga I Siaga II Siaga III Normal

1
2
3
4
5
6
Samarinda
Balikpapan
Berau
Bulungan
Tarakan
Nunukan

0
0
0
0
0
0

0
0
1
1
0
0
16
11
14
10
3
6
27
32
28
32
40
37



5. Dokumen sumberdaya pemadamam
Berupa dokumen rencana mobilisasi (mobilzation plan), baik di tingkat kabupaten maupun propinsi. Dokumen rencana mobilisasi menghimpun sumber daya peralatan, personil dan dukungan lainnya yang terkait dengan upaya penanggulangan kebakaran skala besar, baik dari segi logistik, kesehatan, keuangan dan lain-lain.
6. Diseminasi Informasi
Hal yang terpenting dari sistem informasi adalah penyebarluasan innformasi situasi dan kondisi kebakaran ke berbagai pihak terkait. Data dan informasi mengenai situasi kebakaran secara rutin disebarluaskan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota beserta instansi terkaitnya dalam bentuk bulletin mingguan.
Data seperti hotspot disebarkan kepada pihak terkait yang lokasi atau arealnya terdeteksi hotspot di Kalimantan Timur, seperti Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, HPH/HPHTI dan lain-lain baik di tingkat propinsi maupun kabupaten.
B. Pencegahan Kebakaran
Pencegahan merupakan komponen terpenting dari seluruh sistem penanggulangan kebakaran. Bila pencegahan dilaksanakan dengan baik, maka seluruh bencana kebakaran dapat diminimalkan, bahkan dihindari. Pencegahan harus dimulai sejak awal proses pembangunan sebuah wilayah, yaitu sejak penetapan fungsi wilayah, perencanaan tata guna lahan atau hutan, pemberian izin kegiatan hingga pemantauan dan evaluasi.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakuan untuk mencegah timbulnya kebakaran antara lain :
1. Pendidikan
a. Pengembangan program penyadaran masyarakat akan pentingnya informasi iklim, bahaya kebakaran serta kerugian yang ditimbulkannya. Kegiatan dilakukan melalui kegiatan kampanye, penyuluhan, sosialisasi, pelatihan, pendidikan lingkungan dan lain-lain pada semua lapisan masyarakat baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat, baik bagi pelaksana maupun petugas lainnya.
b. Kegiatan yang menonjol dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan adalah Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat (PKBM).


Tabel 4. Perkembangan Organisasi PKBM di Kalimantan Timur
No Kabupaten Jumlah Desa Desa Binaan Jumlah Regu Jumlah Anggota
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13 Pasir
Kutai Kartanegara
Tarakan
Balikpapan
Kutai Timur
Bontang
Bulungan
Kutai Barat
Berau
Samarinda
Malinau
Nunukan
PPU
110
195
18
27
115
14
85
209
95
42
135
216
46 15
19
10
2
13
2
8
20
5
3
17
5
5 27
33
10
5
18
5
8
20
6
8
-
5
5 264
326
49
50
181
43
80
219
50
110
35
80
55
Jumlah 1.307 120 150 1.542
c. UPTD PKHL Samarinda menyediakan juga material seperti buku, pen, kaos, topi, kaset, kalender, dan lain-lain sebagai material pencegahan. Dalam kegiatan lapang material ini dibagikan kepada masyarakat sesuai situasi dan kondisi kegiatan.
d. Pelatihan kepada pengelola dan regu pemadam kebakaran dengan berbagai jenis pelatihan baik teknis maupun administrasi.
Tabel 5. Kegiatan Pelatihan yang Dilaksanakan UPTD PKHL
No Jenis Pelatihan Kali...Tahun Jumlah
s/d ‘04 Ket
2002 2003 2004
1
2
3

4
5

6
7
8 Dasar Kebakaran Hutan
Ketua Regu
Pergudangan dan Pemeliharaan Peralatan
Sistem Informasi Kebakaran
Operasional Pergudangan dan Pemeliharaan Alat
ICS
ToT
Manajemen LFC 1
-

-
3

1
1
1
-
1

-
-

1
-
-
1
-

-
-

1
-
-
- 1
1

-
3

3
1
1
1
e. Membuat maskot pencegahan kebakaran berupa atribut “Si Pongi” orang utan dan “Si Becky” ayam hutan sebagai sarana memperkenalkan maskot kebakaran dan menghibur anak-anak dalam kegiatan pendidikan lingkungan, pawai dan pameran.
2. Teknis Pencegahan
Upaya teknis pencegahan dilakukan oleh masing-masing unit pengelola lahan. Dalam hal ini UPTD PKHL melakukan pengarahan, pembinaan dan evaluasi. Kegiatan teknis adalah :
a. Pengembangan sistem budidaya tanaman perkebunan dan sistem produksi kayu yang tidak rentan kebakaran.
b. Pengembangan teknik pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) dan pelarangan atau pembatasan pembukaan lahan dengan bakar pada musim kemarau.
c. Pembangunan sarana prasarana pencegah kebakaran seperti menara pemantau api, embung-embung air, sekat bakar (kuning dan/atau hijau) dan lain-lain.
3. Penegakan hukum
a. Pengembangan sistem penegakan hukum bagi pelanggaran peraturan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dilakukan oelh instansi terkait : Dinas Kehutanan, Taman Nasional, BKSDA, Kepolisian dan Kejaksaan.
b. Pembuatan/pengembangan aturan adat/desa, sebagai salah satu tujuan dari PKBM

C. Operasional Kebakaran
Ruang lingkup operasional penanggulangan kebakaran hutan dan lahan meliputi patroli dan pemadaman, dengan dukungan logistik, sistem komando yang jelas, dan sistem mobilisasi sumberdaya.
Operasi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan selama ini dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan dan lahan di wilayah/konsesinya masing-masing. instansi-instansi tersebut antara lain :
- Dinas Kehutanan Kabupaten bertanggung jawab terhadap hutan lindung di wilayahnya
- Balai Konservasi Sumber Daya Alam bertanggung jawab terhadap hutan wisata, konservasi dan cagar alam.
- Taman Nasional Kutai dan Kayan Mentarang bertanggung jawab terhadap wilayah taman nasional.
- UPTD KPH/PHH kabupaten bertanggung jawab dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di kabupaten wilayah kerjanya.
- Perusahaan Kehutanan (HPH/HPHTI), perkebunan dan pertambangan bertanggung jawab di areal konsesinya.
UPTD PKHL Samarinda membantu dalam mengembangkan kapasitas teknik, fisik dan institusional pengelolaan kebakaran hutan dan lahan kabupaten/kota dalam melaksanakan aktivitasnya. Selain itu, mengembangkan jaringan dalam propinsi untuk menjadi inti organisasi pengelola kebakaran pemerintah di kabupaten yang memfasilitasi perpaduan pemerintah, perusahaan pengelola hutan dan lahan, masyarakat, dan LSM untuk bekerjasama mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan.
Berbagai pelatihan dasar dan lanjutan telah dilaksanakan oleh UPTD PKHL dan sebelumnya oleh proyek IFFM/gtz untuk meningkatkan SDM di kabupaten/kota dalam rangka mengembangkan kemampuan kapasitas personil, lembaga dan prosedur operasi standar.
UPTD PKHL Samarinda mempunyai berbagai peralatan pemadam kebakaran yang relatif besar untuk dapat mendukung operasional kebakaran dan dapat memfasilitasi bantuan peralatan di kabupaten/kota di Kalimantan Timur, bila di daerah membutuhkan bantuan tambahan (pinjaman) alat.
Tabel 6. Perkembangan Peralatan Kebakaran Hutan dan Lahan UPTD PKHL Kantor Samarinda
No Jenis Alat Jumlah s/d 2006 Ket
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17 Mobil
Mobil slip-on
Mobil patroli
Motor trail
Pompa Wajax
Chainsaw
Pulaski
McLeod
Pemukul api
Sekop
Pompa punggung
Selang 36 mm
Selang 25 mm
Portable tank
Binokular
Kompas
GPS 3
0
4
2
4
5
60
90
70
90
25
100
25
2
3
3
7 Kondisi alat dalam keadaan baik dan siap dioperasionalkan
UPTD PKHL Samarinda juga dapat memberikan dukungan untuk UPTD KPH, PHH dan Dinas Kehutanan kabupaten/kota di Kalimantan Timur untuk melaksanakan operasi pemadaman. Selain itu memberikan dukungan manajerial, membantu penyediaan peralatan dan fasilitas pendukung dalam operasi pemadaman.
Sejak tahun 2004, UPTD PKHL menjadi koordinator dalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten/Kota dengan mengkoordinir personil pemadam dari instansi BKSDA Kaltim, UPTD PHH Samarinda, Dinas Kehutanan/UPTD PKHL Kutai Kartanegara dan UPTD KPH Pasir serta instansi terkait lainnya.

III. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN JEJARING PENGELOLAAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TERPADU

A. Pengembangan Kelembagaan
Usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang telah dilaksanakan selama ini melibatkan banyak lembaga mulai dari lembaga pemerintah dari berbagai departemen sampai organisasi non-pemerintah. Banyaknya lembaga yang terlibat menimbulkan banyak persoalan, seperti sulitnya koordinasi dan tumpang tindih wewenang.
Dalam pengembangan kelembagaan, Kalimantan Timur telah membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Samarinda, sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di wilayah kerjanya di Kalimantan Timur, sebagai lead agency dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
UPTD PKHL ini dibentuk berdasarkan SK Gubernur Kalimantan Timur No. 16 Tahun 2001 mempunyai tugas pokok dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan mempunyai visi “Terwujudnya pengendalian kebakaran hutan dan lahan secara terpadu yang berbasiskan masyarakat di Propinsi Kalimantan Timur” . Untuk mewujudkan visi ini telah dirumuskan misi yaitu mengembangkan sistem pengendalian kebakaran hutan dan lahan sesuai dengan kondisi daerah, penguatan kelembagaan PKHL pada berbagai tingkatan dan peningkatan pelayan PKHL.
Guna mewujudkan visi dan misi tersebut telah dibuat program dan kegiatan yang dapat diklasifikasikan dalam tiga kegiatan yaitu pencegahan, operasional dan penginformasian kebakaran hutan dan lahan.
Di tingkat kabupaten/kota, UPTD PKHL mendorong dan memfasilitasi pembentukan kelembagaan pengelola kebakaran. Berkembangnya wacana otonomi daerah memberikan kewenangan pemerintah kabupaten/kota untuk membentuk lembaga sendiri. Melalui Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Propinsi dan tiga Kabupaten/Kota disepakati bahwa tiga daerah Balikpapan, Kutai Timur dan Kutai Barat membentuk lembaga, menyiapkan organisasi (personil) dan dana untuk mendukung kegiatan pengendalian kebakaran.
Di berbagai kabupaten Kalimantan Timur, kelembagaan pengelola kebakaran menjadi berbeda :
1. Di Kabupaten Kutai Barat dan Kota Tarakan, pengelolaan kebakaran menjadi tugas dan tanggung jawab Dinas Kehutanan, yaitu ditangani oleh Sub Dinas Keamanan dan Penyuluhan atau Perlindungan Hutan dan telah membentuk UPTD PKHL Sengata
2. Di Kota Balikpapan, pengelolaan kebakaran hutan dan lahan di bawah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah dengan membentuk Pos Komando Operasi.
3. Di Kabupaten Kutai Timur, dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup.
4. Di Kabupaten Kutai Kartanegera, dibentuk UPTD PKHL Tenggarong.
5. Di kabupaten/kota lainnya kebakaran hutan dikelola oleh UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan UPTD Peredaran Hasil Hutan (PHH), dibawah Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur.
Terbentuknya lembaga pengelola kebakaran di kabupaten/kota tidak berarti tanggung jawab pengelolaan bersifat lokal, kelembagaan ini diharapkan mempunyai kerjasama dengan kabupaten/kota lain dalam payung koordinasi lembaga propinsi, sehingga bila terjadi kebakaran yang besar dan atau kabupaten tidak mampu mengatasinya, maka tingkat propinsi memegang peran penting dalam mengkoordinasikan dan memfasilitasi.
Dalam menunjang kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan Pemerintah Kalimantan Timur melalui Dinas Kehutanan telah menganggarkan dana melalui APBD I (DASK/DPA) dan dari Departemen kehutan melalui Dokumen Isian Pengelolaa Anggaran (DIPA).
Tabel 7. Pembiayaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
SUMBER DANA 2002 2003 2004 2005 2006 2007 JUMLAH
APBN/DIPA 249 - 329 - 172 516 1,266
DPA SKPD (RUTIN) 368 619 942 1,185 1,300 1,500 5,914
DPA SKPD (KEGIATAN) 800 800 800 450 510 590 3,950
SKOR - DR 161 157 129 120 - - 567
KfW 1,319 1,732 - - - - 3,051
TOTAL ANGGARAN SELURUHNYA 14,748

Nilai anggaran dalam ribuan rupiah

Pengelolaan dana pengendalian kebakaran hutan dan lahan dan kegiatan-kegiatan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota dan besaran pengalokasiannya per wilayah disesuaikan dengan situasi dan kondisi kerawanan dan kebakaran yang terjadi di daerah masing-masing.
B. Pengembangan Jejaring
1. Instansi Pemerintah
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia umumnya dan Kalimantan Timur khususnya lebih dari 90 % disebabkan oleh manusia baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Faktor manusia merupakan salah satu faktor kunci terjadinya kebakaran dan sekaligus objek dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
Pembinaan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mengenai isu kebakaran hutan dan lahan menjadi mutlak dilakukan. Pembinaan dapat dilakukan antara lain dengan cara penyuluhan. Banyak instansi pemerintah yang melakukan penyuluhan sesuai bidangnya masing-masing seperti pertanian, perkebunan, kesehatan dan lain-lain dengan sasaran seluruh lapisan masyarakat terutama masyarakat yang berada di pedesaan.
Penyuluhan pencegahan kebakaran yang selama ini terbatas hanya atau lebih banyak dilakukan oleh UPTD PKHL dan Kehutanan, maka agar lebih menjangkau luas wilayah dan masyarakatnya pesan-pesan pencegahan ini juga disampaikan melalui penyuluh-penyuluh dan pemuda penggerak pembangunan desa dari berbagai instansi terkait di daerah. Selain itu informasi-informasi tentang kerawanan kebakaran, tingkat siaga kebakaran dan prakiraan cuaca dan lain-lain dapat disampaikan. Dengan demikian diharapkan masyarakat mau berperan aktif yang pada gilirannya mampu melaksanakan sendiri upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan khususnya pada wilayah/arealnya sendiri.
Dinas/instansi terkait yang dapat melakukan penyuluhan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota antara lain : Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Bapedalda, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Kepolisian, Departemen Kehakiman dan HAM, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Taman Nasional dan PMK.
Dalam hal operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Timur saat ini, hanya Kehutanan dan jajarannya (Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, UPTD PKHL/KPH/PHH, TNK, TNKM dan BKSDA) yang mempunyai kapabilitas/kemampuan, karena telah memiliki peralatan/perlengkapan kelompok maupun perorangan dan personil terlatih.
Peran instansi pemerintah lainnya dalam operasi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dalam skala besar dapat melibatkan TNI dan PMK. Dinas-dinas/instansi lainnya berperan dalam dukung logistik, transportasi, kesehatan, komunikasi dan pendanaan.
2. Badan Usaha (Perusahaan)
Badan-badan usaha baik pemerintah maupun swasta atau perusahaan-perusahaan nasional maupun asing yang bergerak dalam mengelola lahan umumnya mempunyai program pengembangan masyarakat (community development) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar tempat usahanya.
Program semacam ini dapat disinergikan dengan upaya pencegahan dan penginformasian kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh pemerintah.
Perusahaan-perusahaan yang berperan antara lain : HPH, HPHTI, PT. Perkebunan, PT. Pertambangan dan Perusahaan minyak/gas dan pengelola lahan lainnya di Kalimantan Timur yang dapat berperan besar dalam membantu upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
3. LSM dan Masyarakat
Lembaga swadaya masyarakat banyak berkiprah dalam pembinaan masyarakat untuk tujuan pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lembaga ini dapat membantu mengambil peran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan antara lai melalui penyuluhan, pembinaan dan penyebaran informasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
LSM dan kelompok masyarakat atau pemuda di Kalimantan Timur yang cukup berperan dalam pencegahan kebakaran antara lain Bioma, BIKAL, NRM, Kenari, Bebsic, TNC, Pramuka dan lain-lain.
C. Pola hubungan/jaringan kerja
Potensi sumberdaya manusia, peralatan dan dana dari masing-masing instansi pemerintah, swasta dan masyarakat merupakan modal yang besar yang seharusnya dapat dipadukan untuk upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Berbagai pola hubungan atau jaringan kerja yang dapat dikembangkan antara lain :
1. Kerjasama Fungsional
Pola hubungan fungsional dapat dilakukan dalam kegiatan pencegahan dan penginformasian penanggulangan kebakaran hutan dan lahan perlu ditingkatkan. Institusi terkait baik pemerintah, swasta, LSM maupun masyarakat umumnya yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam pembinaan masyarakat dapat bersatu-padu sesuai fungsinya untuk upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Misalnya antara Dinas Kehutanan dengan Dinas Pertanian.
2. Kerjasama Operasional
Kerjasama dimaksud adalah dalam bentuk operasional dalam hal pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Hal ini dapat dilakukan oleh instansi yang mempunyai peralatan dan personil pemadaman kebakaran, misalnya antara Dinas Kehutanan dengan Pemadam Kebakaran Kota (PMK) dan atau antara instansi yang mempunyai peralatan dan personil dengan instansi yang mempunyai dukungan personil, seperti antara Dinas Kehutanan dengan TNI.
3. Koordinasi
Hubungan koordinasi juga perlu ditingkatkan untuk menyatukan visi, misi, program dan kegiatan serta pendanaan dari berbagai institusi guna menggalang kekuatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
Potensi masing-masing institusi yang tercerai tersebut dapat disatukan dalam satu jaringan kerjasama yang lebih luas di bawah satu naungan visi, misi dan tujuan tanpa memperhatikan asal institusi pemerintah, swasta atau LSM, kelompok atau masyarakat perorangan dalam satu kesatuan langkah fungsi yang sama dan terus melakukan kordinasi.
Agar jaringan kerjasama ini dapat ini kuat perlu mempunyai dasar hukum dan dikelola oleh satu institusi yang berperan mengkoordinasikan semua kegiatan.
D. Pengembangan Kebijaksanaan
Kebijaksanaan umum maupun kebijakan operasional yang mengatur pengelolaan kebakaran hutan dan lahan sudah cukup banyak, mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Perpres/inpres, Keputusan Menteri dan Dirjen, memberi jaminan/payung hukum bagi setiap pengelola kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, maka diperlukan :
1. Pelaksanaan lebih lanjut dari PP No. 4 Tahun 2001 dan PP No. 45 Tahun 2006, dari Pemerintah Pusat.
2. Ditingkat Provinsi diperlukan Peraturan Daerah yang mengatur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Perda Kaltim No. 07 Tahun 1992 dipandang tidak relevan lagi dengan perkembangan)
3. Ditingkat kabupaten/kota perlu adanya peraturan daerah yang juga mengatur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
4. Ditingkat desa perlu didorong terbentuknya/tersusunnya Peraturan Desa tentang Pengelolaan Kebakaran.
Penyusunan Draft Perda Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Timur sebagai pengganti Perda Nomor 7 Tahun 1992 masih dalam proses penyelesaian tahap II, yaitu Konsultasi Publik di 4 (empat) kabupaten/kota (Balikpapan, Kutai Timur, Kutai Barat dan Malinau). Konsultasi Akademik dan Loka Karya II, yang diharapkan pada tahun 2007 sudah bisa disampaikan ke DPRD. Kegiatan tahap II ini bekerjasama dengan SCMP-GTZ dan WWF Kaltim, sedangkan pada tahap I, yaitu : Kajian Aspek Legak (kerjasama dengan KOMPHALINDO), Kajian Teknis sampai dengan Loka Karya I (kerjasama dengan CARE INTERNATIONAL) yang dilaksanakan tahun 2006.




























IV. KENDALA PENGEMBANGAN
Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dengan mengoptimalkan fungsi atau peran institusi terkait di Kalimantan Timur beberapa kendala yang dihadapi antara lain :
1. Terbatasnya informasi program dan kegiatan masing-masing instansi dalam pembinaan masyarakat akibat kurangnya koordinasi, sehingga pelaksanaan pembinaan masyarakat berjalan sendiri-sendiri.
2. Pembagian peran dan tanggung jawab pengendalian kebakaran hutan dan lahan antara propinsi dan kabupaten/kota belum diatur dengan rinci.
3. Anggaran yang disediakan untuk pengendalian kebakaran melalui APBN (DIPA) dan APBD I (DIPA) tidak sesuai dengan usulan dan pencairannya tidak tepat waktu.
4. Tidak semua kabupaten/kota menyediakan anggaran untuk upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Kalupun tersedia jumlahnya relatif sedikit.
5. Terbatasnya bahan-bahan pencegahan seperti buletin, brosur, leaflet, flayer dan informasi lain atau bahan-bahan pencegahan untuk disebar-bagikan kepada masyarakat luas.
6. Lembaga UPTD yang bertanggung jawab dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan berada pada eselon III sehingga kurang memiliki “power” dalam pembinaan dan koordinasi.
7. Perencanaan yang masih lemah dalam mengantisipasi bencana kebakaran hutan dan lahan karena kebakaran hutan dan lahan yang bersifat insiden (bencana) yang sangat dipengaruihi oleh perilaku manusia dan faktor alam, terutama musim dan jenis vegetasi.
8. Pengorganisasi operasi penanggulangan masih lemah.
9. Informasi yang disebarluaskan UPTD PKHL Samarida ke instansi terkait di propinsi dan kabupaten/kota kurang dimanfaatkan optimal dan tidak sampai ke masyarakat pengguna lahan.
10. Lemahnya informasi dari masyarakat tentang kerawanan dan kebakaran yang terjadi di daerahnya karena tidak tersedianya sarana komunikasi di masyarakat.
11. Belum tersedianya SOP untuk penyebarluasan dan feedback informasi baik dari pemerintah ke masyarakat maupun sebaliknya dari masyarakat ke pemerintah.\























V. PENUTUP
Kebakaran hutan dan lahan yang hampir setiap tahun terjadi pada musim kemarau di Kalimantan Timur, terutama disebabkan oleh faktor manusia. Kebakaran ini merupakan ancaman terhadap kelestarian hutan dan lahan, ekonomi, sosial, lingkungan dan bahkan politik. Dampak bencana ini tidak bisa dibendung oleh satu batas wilayah. Oleh karena masalah “tamu tahunan” ini harus dicegah dan ditanggulangi secara serius melalui berbagai aktivitas.
Kebakaran hutan dan lahan tersebut harus dapat di “manage” dengan baik dalam rangka meminimalisir jumlah kejadian dan nilai dampak negatif (kerugian) yang ditimbulkannya melalui kegiatan pencegahan, operasional dan penginformasian dalam suatu sistem managemen terpadu yang dikelola oleh lembaga khusus pengendalian kebakaran sebagai leading agency. Di Kalimatan Timur dibentuk UPTD PKHL yang bertanggung jawab dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Dalam membangun sistem informasi UPTD PKHL Kalimantan Timur mengakses data satelit NOAA dari Singapura yang dapat mendeteksi hotspot, menyediakan peta rawan kebakaran, pegolahan data indeks bahaya kebakaran dan penentuan siaga kebakaran yang datanya disebarluaskan ke berbagai instansi terkait.
Pencegahan kebakaran menjadi kegiatan utama, karena apabila kebakaran sudah melanda akan banyak menyita sumberdaya untuk mengatasinya dan kerugian besar akan menimpa. Upaya pencegahan kebakaran dilakukan antara lain dengan membangun kesadaran seluruh lapisan masyarakat agar peduli dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan melalui pendidikan, penegakan hukum dan pengembangan teknis pencegahan serta pembuatan kebijakan yang mendukung upaya pencegahan kebakaran.
Peran UPTD PKHL Samarinda dengan tugas dan tanggung jawab yang relatif luas, namun kemampuan personil, peralatan dan dana yang terbatas dalam upaya pencegahan, operasional dan penginformasian kebakaran hutan dan lahan, perlu mendapat dukungan dari semua pihak agar sampai kepada sasarannya.
Institusi pemerintah, swasta, LSM dan organisasi masa atau kelompok masyarakat (maupun perorangan) sebenarnya dapat meningkatkan perannya aktivitas bersama didukung pendanaan yang memadai dalam membangun masyarakat yang peduli terhadap pencegahan kebakaran hutan dan lahan melalui pola hubungan kerjasama fungsional dan koordinasi dalam wadah jaringan kerja kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan ini.
Jaringan kerja pengendalian kebakaran merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai kendala selama ini, dan merupakan hal strategis di dalam mewujudkan sistem pengelolaan kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Kalimantan Timur dapat berjalan baik dan berkesinambungan dengan melalui beberapa aspek yang mutlak keberadaannya, yaitu :
1. Kelembagaan PKHL yang kuat di berbagai level ( Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten / Kota ).
2. Koordinasi dan kerjasama yang baik antara berbagai stake holder (Pemerintah, Swasta, Masyarakat ).
3. Dukungan politis dan keuangan dari pemerintah setempat (Propinsi, Kabupaten / Kota).
4. Sistem Informasi Kebakaran yang baik (Pencegahan, Kesiagaan, Penanggulangan dan Rehabilitasi ).



































REFERENSI
Anonim, 1998. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia, Dampak, Faktor dan Evaluasi. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup – UNDP. Jakarta.

---------, 1998a. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia, Rencana Tindak Penanggulangan Bencana. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup – UNDP. Jakarta.

---------, 2003. Rencana Strategis Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kalimantan Timur Tahun 2004 – 2008. UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. Samarinda.

---------, 2003. Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan Terpadu di Kalimantan Timur. Makalah pada Pelatihan Kebakaran Hutan dan Lahan di Jayapura, Propinsi Papua). Tidak dipublikasikan.

---------, 2005. Statistik UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Samarinda Tahun 2004. (Belum dipublikasikan). Dinas Kehutanan Propinsi Kaimantan Timur. Samarinda.

Chokkalingam, U. 2004. Fire Causes in East Kalimantan. Centre for International Forestry Research (Bahan Presentasi pada Konferensi Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan di Samarinda Mei 2004.

FWI/GFW., 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor. Indonesia : Forest Watch Indonesia. Washington D.C. : Global Forest Watch.

Haase, N. (2002). The Economic Losses to East Kalimantan From The 1997/1998 Forest and Land Fires. IFFM Document. No. 29. Samarinda.

Hoffman A. A., dkk. (1999). Fire Damage in East Kalimantan in 1997/1998 Related to The Land Use Vegetation Classes : Satellite Radar Inventory Result and Proposals for Future Actions. IFFM and SFMP Docoment No. 20. Samarinda.

Kadri, W. dkk., 1982. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Setijono, Dj. 2001. Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia : PP No. 4/2001. CV. Dwi Sri Jaya. Bogor.

Suyanto, S. dan Applegate, A. 2001. Akar Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera. CV. Dewi Sri Jaya, Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar