Selasa, 01 Desember 2009

METODE SURVEY SUMBERDAYA PERAIRAN Di Pantai Tanah Merah, Kec. Samboja KalimantanTimur

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan karunia-Nya, maka laporan ini dapat terselesaikan guna melengkapi satu diantara tugas dalam mata kuliah Metode Survey Sumberdaya Perairan.
Laporan ini disusun berdasarkan data yang telah diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan. Laporan ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai jumlah anakan, semaian, dan pohon mangrove di pantai tanah merah, Kec, Samboja, Kutai Kertanegara..
Penyusun menyadari laporan ini masih jauh untuk dikatakan sempurna, karena terbatasnya pengetahuan dan kemampuan yang penyusun miliki, namun penyusun telah berusaha dengan segala kemampauan yang ada agar laporan ini dan disusun dengan baik.
Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dalam penyusunan laporan berikutnya dapat lebih baik, dan penyusun juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Semoga laporan ini berguna dan dapat sebaik-baiknya untuk kemajuan dunia perikanan khususnya di Kalimantan Timur.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingginya keanekeragaman hayati di wilayah pesisir dan lautan Indonesia, baik dalam bentuk keanekaragaman genetic, spesies, maupun ekosistem merupakan asset yang sangat berharga untuk menunjang pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi keanekaragaman hayati yang dapat memberikan manfaat (benefit) bagi lingkungan dan kesejahteraan rakyat Indonesia, baik yang bersifat langsung (misalnya sumber bahan pangan dan minuman, obat-obatan, kosmetika, dan pupuk) maupun tidak langsung (seperti, penahan ombak, daerah pemijahan, siklus nutrient).
Sebagai salah satu provinsi yang menempati peringkat kedua di Indonesia (setelah Riau) dalam hal kekayaan alam. Kalimantan Timur adalah provinsi yang unggul dan kaya dibidang kehutanan, pertambangan, pertanian dan perikanan. Potensi sumberdaya perikanan Kalimantan Timur cukup besar, yaitu dengan luas perairan 147.741,21 km2 dan produksi perikanan sebesar 132.625,7 ton/tahun. Wilayah perairan tersebut terdiri dari perairan laut sebesar 120.000 km2 dengan produksi penangkapan 84.368,8 ton/tahun. Sedangkan perairan umum dengan luas 27.741,21 km2 dengan produksi penangkapan 28.993,7 ton.tahun.
Sebagaimana ilmu terapan yang lain, pengembangan ilmu dan teknologi perikanan sangat ditentukan oleh pengetahuan dasar yang memadai, antara lain metode survey.
Metode survey mencakup salah satu diantaranya adalah teknik pengambilan contoh. Teknik pengambilan contoh merupakan representasi suatu contoh yang dijadikan dasar dalam suatu analisis dan mendapatkan informasi maksimum untuk menjawab problematika yang diajukan. Tujuan pengambilan contoh dapat bersifat teoritis (pengertian/pemahaman suatu sistem atau fungsi ekologis) dan besifat praktis (pengelolaan suatu sumberdaya pulih dan tidak pulih).
Dalam penerapan teknik pengambilan contoh khususnya pada vegetasi mangrove dapat menggunakan metode transek (jalur). Pada metode transek terdapat tiga metode yang biasa digunakan, diantaranya : (a). Line Intersept Transect; (b) Belt Transect; (c) Strip Sensus.

B. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk :
 Untuk memahami, menghayati dan melengkapi teori-teori yang di peroleh dari kuliah.
 Untuk mengetahui jumlah anakan, semaian, dan pohon dengan menggunakan metode transek.
 Memberikan kesempatan kepada seluruh mahasiswa perikanan untuk lebih meningkatakan kemampuan secara konkret.

C. Manfaat
Adapun manfaat laporan ini untuk memberi informasi kepada para mahasiswa ataupun para pembaca untuk mengetahui jumlah anakan, semaian, dan pohon dengan menggunakan metode transek pada daerah vegetasi mangrove di pantai Samboja..

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pantai tanah merah, di Kec. Samboja, Kab. Kutai Kertanegara merupakan pantai dengan kondisi pantai yang landai dengan gelombang perairannya yang relative besar karena angina yang bertiup ke daerah tersebut cukup kuat. Di pantai ini kecepatan arusnya sedang dengan pola arus yang stabil. Kondisi air pada pantai tanah merah tergolong keruh karena adanya pengadukan dengan fluktuasi yang cukup besar dikarenakan angin sehingga tingkat kecerahannya rendah karena partikel-partikel yang berada di perairan memantulkan cahaya matahari kembali ke udara.
Tipe subtrat pada wilayah pesisir pantai adalah lumpur berpasir. Sehingga, banyak tumbuhan yang tumbuh di sekitar wilayah tersebut seperti, semak-semak, pohon kepala, dan beberapa jenis mangrove diantaranya jenis Rhizophora sp. dan Avicennia sp.. Di pantai tersebut pertumbuhan hutan mangrove tidak merata, seperti pada bagian kanan dan kiri tepi pesisir yang tedapat vegetasi hutan mangrove sedangkan pada bagian tengah tidak terdapat vegetasi hutan mangrove. Pertumbuhan hutan mangrove di pantai tersebut tidak optimal dengan kerapatannya jarang, hal ini disebabkan oleh muara sungai yang kecil sehingga aliran airnya hanya sedikit mengandung lumpur. Selain itu, adanya gelombang yang cukup kuat dengan fluktuasi arus pasang surut yang besar juga turut mempengaruhi pertumbuhan mangrove hal ini membuat tidak dimungkinkannya terjadi pengendapan lumpur sebagai subtract yang diperlukan untuk pertumbuhan mangrove.

Mangrove
Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sejauh ini di Indonesia tercatat ada 202 jenis tumbuhan mangrove yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis tumbuhan memanjat (liana), 44 jenis herba tanah, 44 jenis efifit, dan 1 jenis tumbuhan paku. Dari 202 jenis tersebtu, hanya 43 jenis yang merupakan mangrove sejati (true mangrove). Sementara, tumbuhan mangrove sejati di dunia tercatat ada 60 jenis. Beberapa genera pohon mangrove yang umum dijumpai di pesisir Indonesia adalah bakau (Rhizophora sp.), api-api (Avicennia sp.), pedada (Sonneratia sp.), tanjeng (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), tengar (Ceriops sp.), buta-buta (Exoecaria sp.).
Hutan mangrove (gb. 1) merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak memiliki muara sungai, pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal.
Mangrove tidak atau tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya.
Pertumbuhan komunitas vegetasi mangrove secara umum mengikuti suatu pola zanasi. Pola zonasi berkaitan erat dengan factor lingkungan seperti tipe tanah (lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan terhadap hempasan gelombang, salinitas, serta pengaruh pasang surut.
Tumbuhan mangrove memiliki daya adaptasi fisiologi dan morfologi yang khas agar dapat terus hidup pada lingkungan yang bersalinitas tinggi dan kondisi lumpur yang anaerob di perairan laut dangkal. Daya adaptasi tersebut menurut Nybakken (1986) serta Meadows dan Campbell (1988) adalah sebagai berikut :
1. Perakaran yang pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung akar yang tumbuh dari batang dan dahan, sehingga menjamin kokohnya batang.
2. Berdaun kuat dan mengandung banyak air
3. Mempunyai banyak jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi. Beberapa tumbuhan mangrove seperti Avicennia mempunyai kelenjar yang mgeluarkan garam pada daunnya, sehingga dapat menjaga keseimbangan osmotic. Tekanan osmotic yang tinggi pada sel daun memungkinkan air laut terbawa ke atas dengan kecepatan transpirasi rendah, sehingga mengurangi kehilangan air akibat penguapan.
Tiga parameter utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove adalah :
1. Suplai air tawar dan salinitas, ketersedian air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas) mengendalikan efisiensi metabolic vegetasi hutan mangrove. Untuk beradaptasi terhadap kadar garam yang tinggi mangrove memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam, berdaun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam, daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
2. Pasokan nutrient, pasokan nutrient bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral anorganik, bahan organic dan pendaur-ulangan nutrient secara internal melalui jaring-jaring makanan yang berbasis detritus (detritial food web).
3. Stabilitas subtrat, rasio antara erosi dan perubahan letak sediment diatur oleh pergerakan angin, sirkulasi pasang surut, partikel tersuspensi, dan kecepatan aliran air tawar. Mangrove juga mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Disamping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsure hara dan menahan sediment.
4. Kadar oksigen, pohon mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas. Dengan tipe diantaranya sebagai berikut : (1) Tipe cakar ayam (gb. 2) yang mempunyai pneumatofora (misalnya Avicennia spp., Xylocarpus spp,. dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara; (2) Tipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhizophora spp.); (3) Tipe akar papan (misalnya Ceriops spp.); dan (4) Tipe akar lutut (misalnya Bruguiera spp.).

Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting, diantaranya :
1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sediment yang diangkut oleh aliran air permukaan.
2. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara bacterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
3. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam-macam biota perairan (ikan, udang, dan kerang-kerangan…) baik yang hidup di perairan pantai maupun di lepas pantai.







BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Tempat Pelaksanaan
Praktikum dilaksanakan di Pantai Samboja, Tanjung Harapan, Kab, Kutai Kertanegara, Kalimantam Timur

B. Waktu Pelaksanaan
Praktikum dilaksanakan pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 23 Desember 2006
Jam : 11.00 wita

C. Alat
Alat yang digunakan :
1. tali raffia 4 buah @ 20 m
2. alat tulis menulis
3. meteran
4. Kayu sebagai tanda

D. Cara Kerja
1. Tentukan daerah yang akan dilakukan pengukuran.
2. Siapkan seluruh alat yang akan digunakan
3. Beri patok sebagai tanda untuk memulai pengukuran, kemudian ikatkan tali raffia pada patok tersebut lalu buat petak persegi dengan panjang masing-masing 20 X 20 m.
4. Kemudian hitung dan amati jumlah anakan, semaian dan pohon yang terdapat pada petak tersebut.
5. Catat hasil pengamatan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar