Selasa, 01 Desember 2009

RESUME

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kalimantan Timur sebagian besar wilayahnya merupakan hutan tropika basah dataran rendah yang meliputi lahan darat yang terdapat pada kisaran ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut dan wilayah perairan. Hutan tropik merupakan jalur hijau yang membentang sepanjang ekuator antara 10LU dan 10LS. Sinar matahari yang bersinar setiap saat dan curah hujan turun secara merata menjadikan wilayah ini sebagai habitat ideal bagi kehidupan flora dan fauna. Lebih separuh dari habitat tumbuhan kayu yang ada di dunia terdapat pada hutan tropik dan  dari seluruh sumberdaya hayati (genetic resources), baik tumbuhan maupun hewan terdapat di dalamnya (Anonim, 1998).
Kegiatan pemanfaatan kawasan, pengembangan kawasan industri serta konversi hutan menjadi ladang pertanian, perkebunan dan lain-lain terus berlangsung sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pembangunan di segala bidang. Disadari atau tidak, kegiatan-kegiatan tersebut mempunyai akibat langsung terhadap kelestarian sumberdaya alam hayati di kawasan hutan tersebut, karena semakin banyak jenis pohon atau tumbuhan lainnya berkurang dan tergolong langka bahkan pula eksistensi ekosistem secara keseluruhan semakin berkurang. Sehingga secara langsung maupun tidak langsung kondisi sangat mempengaruhi keberlangsungan pembangunan. Oleh karenanya, sumberdaya alam hayati termasuk ekosistemnya perlu dijaga keberdaannya agar fungsinya dapat terpelihara dengan baik.
Danau Semayang, danau Melintang dan danau Jempang merupakan tiga wilayah perairan di wilayah propinsi Kalimantan Timur yang memegangan peranan sangat penting dalam pertumbuhan pembangunan secara khusus di propinsi ini. Kebaradaan ketiga kawasan danau ini telah memberikan pengaruh yang nyata dalam kehidupan manusia dan aspek lingkungan lainnya (tumbuhan dan hewan). Hal ini terlihat dengan telah terbentuknya interaksi dan ketergantungan antar aspek dalam kehidupan di kawasan ini. Namun sejajuh ini kajian tentang hubungan antara kawasan dan komponen pembentuk didalamnya (fungsi ekologis) kawasan ini belum diketahui secara pasti.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah antara lain ;
1. Mengkaji fungsi ekologis kawasan danau Semayang, danau Melintang dan danau Jempang.
2. Mengkaji faktor – faktor yang mempengaruhi dinamika kawasan dan menentukan program prioritas dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan danau Semayang, danau Melintang dan danau Jempang.











II KEADAAN UMUM

Secara geografis danau Semayang, danau Melintang dan danau Jempang terletak antara 0° 05’ 00” - 0° 36’ 00” Lintang Selatan dan 116° 06’ 00” - 116° 40’ 00” Bujur Timur. Sedangkan secara administrasi ketiga danau tersebut termasuk dalam Kabupaten Kutai Kertanegera (danau Semayang dan danau Melintang) dan Kabupaten Kutai Barat (danau Jempang) Propinsi Kalimantan Timur.
Sungai yang mengalir menuju danau Semayang berasal dari Sub DAS Kahala dan yang menuju Danau Melintang berasal dari Sub DAS Enggelam yang keduanya memiliki kondisi fisik dan topografi yang terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok Kutai Basin dan Rawa (20 – 100 m dpl) dan daerah atas kutai Barat Laut (50 – 300 m dpl) (Vos, 1983 dalam Indah 2001). Ketinggian tempat dari kedua sub DAS ini berkisar antara 7 – 25 m sampai 25 – 100 m d atas permukaan laut. Sedangkan sungai yang menuju Danau Jempang yaitu Sungai Jantur, Sungai Kiliran, Sungai Baroh, Sungai Bongan, Sungai Ohong, dan Sungai Isuy.
Keadaan iklim meliputi curah hujan rata-rata 1.806 mm/tahun, jumlah hari hujan 131 hari hujan/tahun dan intensitas curah hujan 20.7 mm/hari. Fenomena El Nino juga mempengaruhi wilayah ini yaitu pernah terjadi kekeringan yang panjang yang berakibat ketiga danau ini menjadi kering dengan kondisi topografi yang relative lebih rata.






III. ANALISIS FUNGSI EKOLOGI
A. Kondisi dan Dinamika Kawasan
Kawasan danau Semayang, danau Melintang dan danau Jempang merupakan suatu hamparan tipe ekosistem yang sangat menentukan kehidupan didalamnya. Keberdaan kawasan ketiga danau tersebut mutlak harus dipertahankan mengingat keberadaan fungsi ekologisnya bagi keberlangsungan ekosistem. Hal ini demikian karena pada kawasan tersebut telah terbentuk suatu system ekologi yang melibatkan semua aspek seperti aspek iklim, tanah, maupun tumbuhan dan hewan serta manusia.
1. Hubungan Kondisi Iklim
Hasil analisis terhadap kondisi iklim menunjukkan bahwa curah hujan rataan sebesar 1.806 mm/tahun, jumlah hari hujan 131 hari hujan/tahun dan intensitas curah hujan 20.7 mm/hari. Berdasarkan sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) melalui perbandingan bulan kering (BK<60 mm) dan bulan basah yang dinyatakan dengan nilai Q (Quotient) = 13.4 % menunjukkan bahwa daerah sekitar ketiga danau tersebut memiliki tipe eklim A.
Hal ini berarti bahwa wilayah tersebut sangat basah yaitu mempunyai curah hujan tinggi dan memungkinkan terjadinya banjir pada musim hujan. Walaupun demikian pada bulan-bulan tertentu terjadi musim kering agak lama yang menyebabkan air di ketiga danau menjadi surut dan dangkal. El Nino juga mempengaruhi wilayah ini yaitu pernah terjadi kekeringan panjang yang berakibat ketiga danau ini menjadi kering. Kondisi ini mempengaruhi pertumbuhan vegetasi dan ditandai dengan terbentuknya vegetasi hutan pada daerah curah hujan tinggi sedangkan daerah kurang curah hujan hanya semak belukar dan rumput.

2. Hubungan Kondisi Bio-geo-fisik
Mengacu pada peta fisiografi Kabupaten Kutai skala 1 : 500 000 (1996/1997) terlihat bahwa kondisi bentang lahan sekitar ketiga danau ini umumnya datar dan selebihnya bergelombang ringan sampai dengan ketinggian antara 7 sampai 15 dan 25 – 75 meter di atas permukaan laut. Pada kawasan hulu terdapat kelerengan yang agak curam (moderately steep) sampai dengan curam (steep), sedang di kawasan hilir mempunyai kelerengan yang relatif landai dan datar. Adapun pembagian luasan wilayah di sekitar ketiga danau berdasarkan kelas kelerangan di sajikan sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Kelas Lereng pada Wilayah Sekitar Danau.
No Kelas Kelerengan
(%) Deskripsi Luas
(Ha) Persen Luas
(%)
1. 0 – 8 Datar 72.840 24.28
2. 8 – 15 Landai 88.650 29.55
3. 15 – 25 Agak Curam 63.660 21.22
4. 25 – 45 Curam 74.850 24.95
5. > 45 Sangat Curam - -
6. Total 300 000 100
Secara umum kondisi kelas kelerengan pada wilayah sekitar ketiga danau bervariasi mulai dari datar sampai dengan curam. Variasi kondisi tersebut dapat mempengaruhi laju limpasan air, dan kelerengan yang semakin curam di daerah hulu akan mengalir air lebih cepat dibanding daerah datar di wilayah bagian tengah dan hilir sekitar danau. Demikian pula dari aspek budidaya pada kondisi lereng datar sampai landai cocok untuk usaha lahan pertanian sawah sepanjang kondisi tanahnya memungkinkan untuk ditanami.
Mengacu pada peta geologi Kabupaten Kutai skala 1 : 500 000 (1996/1997) terlihat bahwa kondisi geologi wilayah sekitar ketiga danau didominasi oleh formasi alluvium yang terjadi dari proses fisik di sepanjang sungai atau daerah genangan (Flood Palins) dan jenis akuiver ini membantu pengaturan rezim aliran sungai.
Wilayah sekitar ketiga danau tersebut dicirikan genangan, khususnya sekitar danau Semayang dan danau Melintang yang meliputi daerah rawa dan endapan aluvial serta merupakan daerah kelokan sungai (meander), yaitu sistem lahan meliputi Tanjung (TNJ), Sebagau (SBG), Klaru (KLR), Mendawai (MDW), Gambut (GBT), Peminggir (PMG) dan Beliti (BLT). Kondisi demikian menyebabkan tinggi muka air di danau ini mengalami perubahan yang cepat. Pada kondisi air sungai Mahakam sedang tinggi karena curah hujan yang tinggi di daerah hulu, maka air akan turun menuju hilir, tetapi akan tertahan pada wilayah danau ini bila sedang terjadi pasang air laut dan air masuk ke wilayah dalam sungai Mahakam. Sementara di wilayah danau Jempang meliputi sistem lahan TNJ, SBG, TWH, MTL, LWH, dimana 3 sistem lahan yang terakhir berupa tanah aluvial dan podsolik dengan kedalaman tanah ± 90 cm, tekstur tanah halus, dan kemiringan lereng bervariasi dari 0–60 %. Kondisi penggunaan lahan ini berupa semak, hutan, ladang, dan kebun campuran.
Jenis tanah yang dominan di wilayah ketiga danau ini menurut Darmawijaya (1990) dalam Abbas (2004) adalah jenis tanah podsolik merah kuning yang rendah sampai sangat rendah akan unsur hara dan bersifat peka terhadap erosi, karena daya tahan airnya rendah. Daerah tanah podsolik merah kuning umumnya mempunyai kandungan bahan organik terbanyak terdapat pada horizon A yang tipis (<15 cm), agregat tanah kurang stabil dan permiabilitas tanah rendah dengan pH tanah 4,2 – 4.8.
Secara umum kawasan ketiga danau ini sangat mendukung produktivitas masyarakat karena dengan sendirinya sejumlah sumberdaya yang penting. Namun permasalahan penggunaan lahan melalui penataan kawasan kurang diperhatikan sehingga menjadi ancaman bagi kehidupan ekosistem ini. Secara khusus di wilayah ketiga danau tersebut, permasalahan ini cukup kompleks, baik yang berkaitan dengan gatra-gatra kondisi bio-fisik maupun sosial ekonomi, karena wilayah yang secara ekologis cukup rentan. Sehingga, dalam penataan kawasan dan pengelolaannya harus didasari oleh suatu metode yang tepat dan akurat melalui pendekatan kaidah-kaidah kepentingan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan ketiga danau tersebut.
Berdasarkan peta HPH di Sub DAS Kahala yang mempunyai luas ± 82.156 ha, terdapat 4 (empat) HPH di kawasan ini yaitu HPH.PT. Maratus Kalimantan Timur (9.236 ha) HPH.PT Jaya Timber Treding Industries (28.836 ha), HPH.PT New Timber Raya Corporation (4.082 ha) dan (HPH.PT.Marimun Timber 56.000 ha) yang sebagian besar berada di kawasan hulu dan tengah sub DAS tersebut. Selain sekitar danau juga terdapat HTI, perusahaan pertambangan dan perkebunan besar seperti PT ITCI Hutani Manunggal, PT. Alas Cakrawala dan PT. Dirga Rimba yang bergerak dalam pengelolaan hutan tanaman. PT. Gunung Bayan Pratama yang bergerak di bidang pertambangan batubara. Sedangkan perkebunan besar di bidang kelapa sawit adalah PT. London Sumatra, PT. Gelora Mahapala, PT. Cahaya Cakra Indo Pacific, PT. Multi Wira Agung, namun tidak semua perkebunan tersebut aktif karena berbagai kendala yang dihadapi.
Sungai merupakan prasarana perhubungan yang utama di beberapa desa di sekitar danau untuk mobilitas penduduk ke desa lain dan ibukota kecamatan atau ke tempat lain terutama dalam menjual dagangan. Untuk desa-desa di sekitar danau Jempang sudah tersedia jalan darat menghubungkan jalan poros Samarinda–Melak. Anonim (1996) menyebutkan bahwa sesuai dengan kondisinya (kawasan danau) sehingga transporatsi air merupakan jalar yang dominan. Walaupun demikian di bagian selatan danau Jempang yaitu desa Tanjung Isuy, desa Tanjung Jan, dan Pulau Lanting transportasi darat telah cukup berkembang. Strategi pembangunan sistem transportasi diarahkan pada 4 hal pokok yaitu :
 Pembangunan fungsional sistem jaringan jalan
 Peningkatan fungsi jalan eksisting sesuai tuntutan pengembangan kawasan
 Pembangunan segmen-segmen jalan baru
 Penilaian dan pengembangan sarana transportasi.
Degradasi dan pengelolaan yang kurang berorientasi pada lingkungan telah terjadi dan berpotensi semakin meningkat pada dan sekitar danau Semayang, Melintang dan danau Jempang. Hal ini ditunjukan dengan terjadinya pendakalan pada ketiga danau tersebut dan peningkatan populasi enceng gondok yang merupakan indikator mis-manajemen pada kawasan DTA ketiga danau tersebut. Permasalahan ini diduga karena pengusahaan hutan oleh HPH yang dapat mempersempit ruang gerak masyarakat, diantaranya dalam upaya mencarai rotan, sarang burung dan binatang piaraan serta hasil hutan lainnya. Sementara itu, permasalahan pendangkalan merupakan fenomena alam yang dapat terjadi secara alami dan universal di berbagai belahan bumi. Danau dan juga tempat yang relatif labih rendah akan menjadi tumpuan akumulasi bahan organik maupun bahan anorganik, baik lewat proses erosi tanah akibat gerakan air, angin dan sejumlah kejadian alam lainnya.
Pendangkalan atau penimbunan kawasan berair (termasuk juga sungai dan rawa) akan membawa konsekwensi perubahan ekosistem yang ada secara bertahap (gradual). Fenomena demikian berlanjut pada perubahan komposisi komunitas mikro biota dan pada gilirannya terjadi juga perubahan komunitas mikro biota. Khusus vegetasi tingkat tinggi akan terjadi pergantian (suksesi) dari yang bersifat aquatis dan terdesak oleh komunitas vegetasi terestis.
Perubahan komunitas vegetasi akibat pendangkalan saat ekosistem akan semakin terpacu dengan adanya gejala euthropy, yaitu keadaan perairan yang terlalu subur akibat akumulasi senyawa organik maupun anorganik yang bersifat menyuburkan (over-fertiilized). Kejadian demikian berakibat langsung pada populasi phytoplankton, vegetasi aquatis, tingkat tinggi akan mempengaruhi perubahan komunitas satwa. Oleh karena itu, mengingat ekosistem danau yang dikenal merupakan suatu ekosistem yang unik, maka dalam pengelolaannya harus dilakukan secara bijaksana. Hal ini karena danau-danau tersebut berpotensi sebagai penghasil ikan, pariwisata, dan sarana lalu lintas air. Selain itu keberadaan flora dan faunanya juga merupakan potensi sumberdaya alam yang perlu kembangkan dan dilestarikan. Sehingga untuk mengoptimalkan pengelolaan kawasan danau tersebut, maka diperlukan inventarsisai flora dan fauna yang disertai dengan upaya pelestariannya tanpa mengesampingkan pengelolaan yang ditujukan untuk budidaya.
Danau Melintang, Semayang dan Jempang beserta masing-masing daerah tangkapan airnya (Cahtment area) terdapat pada daerah aliran sungai /DAS (Watershet) Mahakam bagian tengah di wilayah kabupaten Kutai Timur dan kabupaten Kutai Barat. Secara hidrologik ketiga danau tersebut, karena letaknya di bagian tengah sehingga berhubungan dengan jaringan saluran sungai Mahakam. Peran danau dalam hubungan tersebut diantaranya berupa peranan pengendalian fluktuasi debit limpasan air sungai yang berasal dari DTA ketiga danau itu, kemudian berfungsi sebagai penampung air dan kelebihan limpasan airnya dialirkan ke sungai Mahakam. Sebaliknya, apabila kondisi limpasan air sungai Mahakam dalam keadaan pasang/naik, baik dari arah hulu Mahakam maupun dari hilir karena adanya pasang air laut, maka ketiga danau tersebut juga dapat berfungsi sebagai penampung limpasan air dari sungai Mahakam, sehingga kemungkinan terjadinya banjir dapat diminimalkan pada kawasan muara sungai Mahakam seperti kawasan kota Samarinda. Sementara itu, kuantitas dan kualitas ketiga danau tersebut dituntut agar selalu dalam kondisi baik, karena merupakan tempat untuk kegiatan budidaya perikanan maupun kegiatan lainnya yang sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, bahkan ketiga danau tersebut juga dikenal sebagai habitat mamalia endemik seperti pesut (Orcaella brevirostris).
Pada saat ini, kondisi ketiga danau tersebut beserta masing-masing DTAnya telah mengalami degradasi dan permasalahan yang serius. Hal ini terutama di tandai oleh terjadinya pendangkalan pada ketiga danau itu yang mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas air, diantaranya diduga berasal dari degradasi lahan yang terdapat pada masinbg-masing DTA di bagian hulu. Mekanisme degradasi lahan tersebut dapat berupa material tanah yang terdapat pada areal-areal lahan yang mengalami pembukaan yang tererosi dan terangkut oleh gaya-gaya energi hujan yang kuat dan dipotong oleh gaya gravitasi. Material tanah yang tererosi menjadi sumber bahan endapan (sedimen), yang kemudian terakumulasi baik di saluran-saluran sungai maupun danau-danau itu. Permasalahan tersebut tidak terlepas dari pengaruh aktivitas manusia maupun bencana alam, yang dapat mengakibatkan terbukanya permukaan lahan. Terbukanya lahan ini terutama diduga oleh adanya kegiatan-kegiatan manusia, yaitu berupa pembalakan hutan (logging) ataupun pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, yang secara keseluruhan kegiatan ini kurang atau tidak memperhatikan/memperdulikan konservasi tanah dan air. Sementara itu bencana alam berupa kebakaran hutan dan lahan dalam skala besar juga turut memacu terjadinya pembukaan lahan dan peningkatan laju erosi tanah yang semuanya akan menjadi sumber material sedimen yang potensial bagi laju pendangkalan (sedimentasi) pada ketiga danau tersebut.
Tinggi muka air (TMA) atau kedalaman air danau sepanjang tahun sangat berfluktuasi yaitu pada saat kering (Agustus – September) ± 0.35 m dan pada saat banjir (Desember – Februari) ± 3.85 m. Hanya pada alur lalu lintas perahu yang telah dikeruk TMA lebih dalam, yaitu sekitar 2.5. Danau–danau di Mahakam tengah tergolong sebagai danau luapan. Tanda pendangkalan danau nyata dirasakan oleh nelayan setempat terutama pada musim kering terlampau dangkal dan pada musim hujan menjadi sangat dalam (banjir). Air danau berasal dari luapan sungai Mahakam sangat dipengaruhi oleh tenaga pasang surut air laut dan curah hujan di daerah tangkapan air. Karena itu selain sudah dangkal flktuasi tinggi muka air juga kemungkinan sebagai akibat keterbukaan hutan oleh penebangan pohon atau konversi hutan menjadi lahan pertanian di daerah tangkapan air diantaranya dalam pengusahaan hutan (HPH dan HTI), pertambangan (batubara dan emas), dan perkebunan. Pada umumnya jenis tanah di daearh tangkapan air adalah podsolik dengan topografi datar atau merupakan dataran yang luas, sering berupa rawa-rawa dan selanjutnya semakin jauh dari danau topografinya menjadi berbukit sedang sampai terjal.
Periode penggenangan setelah musim kering, air dari sungai Mahakam masuk ke danau Jempang melalui sungai Jantur, sungai Kaliran, dan sungai Baroh yang juga membawa sedimen. Danau Melintang masukan air sungai Mahakam melalui sungai Rebak Rinding, dan danau semayang melalui sungai Pela. Sedangkan masukan lain (danau Jempang sungai Bongan, Ohong, dan sungai Isuy, danau melintang dari sungai Enggelam dan danau Semayang dari sungai Kahala) yang kontribusi sedimennya lebih kecil dibanding sungai Mahakam.
Pada periode kering air danau keluar lagi kemudian menuju ke sungai Mahakam untuk terus mengalir ke hilir. Selama periode kering, tepian danau yang kering terkadang dasar danau juga nampak, digunakan oleh penduduk untuk menanam padi. Meskipun daerah Mahakam tengah diketahui memiliki iklim sangat basah (hujan terjadi sepanjang tahun), tetapi ada perbadaan jumlah curah hujan pada periode tertentu dan perubahan aliran air akibat pengaruh pasang surut air laut akan sangat menentukan tinggi muka air danau.
Hampir seluruh permukaan danau tertutup tumbuhan air yang membentuk zonasi dari tepi ke tangah, yaitu mulai dari tepian danau berupa kayu duri (Mimosa pigra), kemudian masuk ke perairan danau berupa kumpai (Panicum sp.), dan di bagian dalam/tengah danau tumbuhan airnya berupa enceng gondok (Eichornia crassipes). Selain itu terdapat juga jenis kiambang (Salvania sp.), dan Poligynum sp. yang menyebar di beberapa lokasi. Tingkat penutupan tumbuhan air menimbulkan kendala bagi lalu lintas perahu antar desa, sehingga setiap tahun perlu dilakukan kegiatan pembersihan tumbuhan air tersebut.
Jenis ikan yang dominan pada umumnya ikan rawa (sepat, biawan, betok, lele dan lain-lain), sedangkan ikan putihan (patin, baung, kendia, repang, salap, udang galah dan lain-lain) yang dahulu cukup banyak ditemukan di tengah danau saat ini hanya dijumpai di sekitar muara sungai tepian danau pada saat air sungai mahakam masuk ke dalam danau. Kondisi danau yang tertutup tumbuhan air dan kualitas airnya sangat rendah serta jenis ikannya berupa ikan rawa pada gilirannya membatasi ruang gerak bagi pesut. Saat ini hampir tidak dijumpai ada pesut didalam danau, tetapi hanya di sungai Mahakam sekitar danau.
3. Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Sebagian besar wilayah Mahakam Tengah merupakan daerah rawa (termasuk rawa gambut) dan danau. Dari sejumlah danau yang ada, ketiga danau ini termasuk yang paling besar. Dengan kondisi alam wilayah yang seperti ini, maka terjadi interaksi yang demikian intensif dengan kehidupan dan penghidupan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat dimaksud meliputi kelompok asli yaitu suku Kutai dan beberapa suku Dayak, serta para pendatang baik dari dalam (Kalimantan Selatan) atau luar (sebagian besar sulawesi). Pada umumnya masyarakat di sekitar ketiga danau tersebut hidup sebagai nelayan atau mencari ikan dan bertani (terutama padi rapak). Meskipun demikian, pada beberapa wilayah yang agak tinggi masyarakat berusaha di bidang pertanian lahan kering dan mencari hasil hutan yang juga memiliki manfaat penting bagi kehidupannya.
Tepian danau Jempang terdapat desa Muara Ohong, desa Tanjung Jone desa Tanjung Isuy, desa Tanjung Jan, desa Tanjung Haur dan desa Jantur sekitar berpenduduk sekitar 1167.076 jiwa (533 KK). Desa Tanjung Haur dan desa Jantur (di kecamatan Muara Muntai) berpenduduk paling sedikit, sedangkan desa lainnya di wilayah kecamatan Jempang. Penduduk desa umumnya sebagai nelayan (68 s/d 98 %), kecuali desa Tanjung Isuy jumlah nelayan hanya 2 %. Di tepian danau Melintang terdapat desa Enggelam, desa Melintang kecamatan Muara Wis dan desa Tanjung Batu Kecamatan Muntai. Jumlah penduduk desa Melintang 2.149 jiwa (426 KK), 100% beragama Islam, sebagian besar berasal dari suku Banjir (98 %) selebihnya dari suku Kutai (2%). Penduduk di tiap desa umumnya sebagai nelayan (94.91%) dan selebihnya pedagang serta karyawan perusahaan. Desa-desa di kawasan danau Semayang yaitu desa Pela (termasuk desa Pela Baru), termasuk di wilayah Kecamatan Kota Bangun dan Semayang, desa Tubuhan dan desa Kahala Kecamatan Kenohan. Beberapa usaha masyarakat mimiliki produktivitas cukup tinggi, terutama penangkapan ikan di danau dan sungai serta pemeliharaan ikan di keramba.
• Sumberdaya Perikanan
Penduduk sekitar danau sebagian besar memanfaatkan danau dalam mencari ikan. Tercatat 15 jenis ikan di danau ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Penangkapan ikan di danau ini cukup intensif, karena nelayan tidak hanya menggunakan alat tangkap yang biasa (bubu, jala dan pancing) tetapi juga menggunakan alat tangkap aktif (jaring/pukat dan setrum).
Mursidi (1998) menyebutkan bahwa selain ikan, terutama masyarakat desa Pela juga menangkap udang galah ketika air bangai (air surut /air sedang pasang). Hasil udang galah dengan 50 bubu setiap kali operasi dapat mencapai 2-3 kg, sedang bila musim penangkapan hasilnya hanya mencapai 0,5 kg. Setiap musim dapat dihasilkan lebih kurang 500 kg dengan harga penjualan (ekspor) Rp.30.000 – 45.000 per kg. Namun produktivitas udang galah akhir–akhir ini semakin menurun karena eksploitasi cukup intensif dan berlebihan karena harga yang cukup tinggi dan penangkapannya tidak selektif.
Selain eksploitasi udang yang cukup intensif juga kondisi perairan sungai Mahakam dan sekitarnya menurun mutunya akibat berbagai pencemaran (limbah industri dan rumah tangga). Sebagaimana diketahui proses pemijahan udang galah bersifat katadrom yaitu menghilir sungai untuk memijah selanjutnya anakan udang galah bergerak ke arah hulu untuk tumbuh dan berkembang.
• Budidaya Perikanan Sistem Keramba
Sejak tahun 1978 keramba telah diterapkan di Kalimantan Timur oleh Dinas Perikanan, kemudian diperkenalkan kepada masyarakat di sekitar masyarakat (Mursyid, 1990 dalam Lukman, dkk, 1995). Perkembangan budidaya ikan sistem keramba di wilayah danau ini mengalami beberapa kendala diantaranya kualitas air yang berubah-ubah dan konsekuensi hanya jenis ikan tertentu yang dapat dikembangkan yaitu jenis ikan patin. Selain itu dapat pula dikembangkan ikan toman, baung, jelawat, gabus dan betutu yang tergantung pada lokasi/desa.
• Pertanian Padi
Selain ikan, masyarakat juga menanam padi, pada saat musim kering. Hasil pertanian ini cukup tinggi terutama puncak produktivitas pada tahun 1997 (saat kemarau panjang) dengan hasil produksi 3,5 ton/ha. Namun di tahun-tahun selanjutnya telah menurun kembali. Hal ini disebabkan karena padi yang ditanam belum sempat memberikan hasil namun air pasang naik telah kembali sehingga gagal panen. Hal ini membuat masyarakat ragu menanam padi, karena terkadang salah prediksi cuaca yang tidak menentu.
• Peternakan Kerbau Kalang
Diperkirakan terdapat 300 ekor kerbau kalang dipelihara beberapa masyarakat di sekitar danau. Mereka memanfaatkan lahan sekitarnya sebagai tempat beternak kerbau secara bebas (liar). Satwa ini cukup memberikan keuntungan bagi masyarakat yaitu dapat dijual dengan harga per ekor mencapai Rp.5.000.000. Namun permasalahan yang dihadapi yaitu dengan sistem pemeliharaan secara, ternak ini menjadi ancaman terhadap keberadaan lahan-lahan pertanian masyarakat dan bila hal ini terjadi maka akan dilakukan ganti rugi oleh pemilik kerbau terhadap pemilik lahan.
B. Ekosistem Danau
Danau Semayang dan danau Melintang sebagai wilayah aliran tengah (mid stream) sungai Mahakam mendapatkan masukan air sebagian besar dari sungai Mahakam, yaitu melalui sungai Rebak Rinding dan sungai Pela. Sedangkan masukan air dari DTA diatas masing-masing danau, yaitu sungai Enggelam ke danau Melintang dan sungai Kahala ke danau Semayang. Sementara itu, topografi sungai Mahakam dari wilayah aliran tengah sampai sampai hilir di muara Mahakam relatif datar/landai, dicirikan dengan banyaknya kelokan sungai, yang membuat kondisi danau atau sungai Mahakam dipengaruhi pasang surut air laut.
Kondisi danau yang sangat memprihatinkan akibat pendangkalan dan invasi gulma air, kualitas air danau sudah sangat jelek, keanekaragaman ikannya redah, dan kehidupan pesut Mahakam terganggu. Hal ini karena air danau yang berasal dari luapan sungai Mahakam yang sangat dipengaruhi oleh tenaga pasang surut dan curah hujan, diantaranya oleh pengusahaan hutan (HPH dan HTI), pertambangan (batubara dan emas) dan perkebunan.
Penggundulan hutan untuk perladangan dan aktivitas lainnya di sekitar daerah tangkapan air (DTA) baik DTA Enggelam, Kahala dan DTA Mahakam telah memberikan dampak negatif terhadap peningkatan erosi tanah dan tingkat sedimentasi yang tinggi pada kawasan danau. Akibatnya penumpukan hara menjadi invasi tumbuhan air yang tidak dapat dikendalikan, degradasi danau tidak dapat dihindari, sehingga pemanfaatan hutan sebagai satu-satunya alternatif menambah perekonomian keluarga berkurang. Untuk mengantisipasi desakan akan pemanfaatan lahan yang terus-menerus meningkat, maka dipandang perlu dilakukan pengendalian agar dapat mengamankan dan melestarikan kawasan lindung yang telah ditetapkan. Selain itu, kebutuhan lainnya berupa upaya untuk mengurangi laju erosi tanah, menjamin kesinambungan penyediaan sumberdaya alam dan menjaga fungsi ekonomis bagi masyarakat di daerah penyangga.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa fungsi ekologis kawasan ketiga danau tersebut sudah mengarah pada ambang degradasi yang sangat besar sehingga perlu pengelolaan secara cepat dan bijaksana. Pengelolaan yang dimaksud menyangkut kelestarian kawasan maupun kelangsungan hidup masyarakat. Beberapa aspek pengelolaan yang dianggap perlu dipertimbangan dalam rencana pengembangan kawasa ini meliputi ;
1. Penataan Kawasan Sekitar Danau
Penaataan wilayah ketiga danau perlu diperhatikan untuk memulihkan fungsi dan manfaat danau, yaitu memberikan perlindungan populasi pesut Mahakam dan usaha meningkatkan produksi air tawar. Penataan wilayah diusahakan sedemikian rupa sehingga dapat mencegah erosi agar beban sedimen dalam air berkurang sekaligus menangani perubahan komponen lingkungan lain (iklim mikro, hidrologi dan sosial ekonomi budaya). Pertimbangan hidrodinamika perairan Mahakam (pasang surut) maka penataan tersebut tidak hanya meliputi wilayah sekitar danau saja, melainkan DTAnya juga dengan tujuan memulihkan kemudian dan selanjutnya melakukan pencegahan gangguan pendangkalan, invasi tumbuhan air dan meningkatkan produksi ikan air tawar.
Penataan wilayah sekitar danau lebih diutamakan pada wilayah rawa atau genangan. Daerah ini harus merupakan daerah proteksi untuk melindungi semua aspek dan kepentingan di sekitar danau sehingga dipertimbangkan untuk ditetapkan sebagai kawasan lindung karena masyarakat kurang berkepentingan langsung dalam memenuhi kebutuhannya. Pengembangan potensi pariwisata dan rekreasi alam yang sudah dilakukan adalah dengan membangun sarana dan prasarana, khususnya pada desa Pela Baru yang berdekatan dengan Kota Bangun dan berhadapan langsung dengan hamparan danau Semayang.
2. Penanggulangan Tumbuhan Air
Berlimpahnya tumbuhan air sering menjadi masalah karena mengakibatkan pendangkalan perairan danau. Usaha mengurangi tumbuhan air yang berlebihan dapat dilakukan menggunakan hewan pemakan tumbuhan seperti ikan grass cap atau mengganti tumbuhan penggangu dengan tanaman produktif yang dapat dimanfaatkan.
3. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
- Menyediakan Reservasi Sumberdaya Perikanan
Penangkapan ikan pada musim kemarau mengakibatkan eksploitasi berlebihan, sehingga menurunkan populasi dan produksi ikan. Maka perlu reservasi (reservat) sumberdaya perikanan yang memberi kesempatan untuk produksi ikan sepanjang tahun.
- Penutupan Musim Penagkapan
Saat air tertinggi (banjir) populasi ikan akan menyebar sehingga menyulitkan penangkapan. Oleh karenanya biasa dilakukan penangkapan intensif yaitu menggunakan tumbuhan terapung, namun dampak populasi tumbuhan tidak dapat dihindari sehingga perlu dihentikan.
- Pengaturan Ukuran Mata Jaring dan Jumlah Nelayan
Penggunaan ukuran mata jaring yang kecil akan meningkatkan jumlah tangkapan (ikan besar dan kecil) akan mengurangi populasi. Maka perlu pembatasan ukuran mata jaring, selain itu perlu pembatasan jumlah nelayan sehingga dapat memberi kesempatan produksi danau.
- Pengembangan Budidaya Perikanan
Mempertahankan kualitas lingkungan dan antisipasi penurunan produksi perikanan dengan budidaya perikanan, khusus jenis ikan berekonomi.
4. Penanggulangan Pencemaran Perairan Danau
Data kualitas air yang tersedia belum banyak diketahui seberapa besar atau jauh tingkat pencemaran di danau ini. Oleh karenanya perlu dilakukan analisis kualitas lingkungan terutama kualitas air sehingga diketahui faktor penyebab pencemaran sehingga dapat dilakukan penanggulangan.
5. Pemanfaatan Wilayah DAS
Secara umum ekosistem danau dibatasi oleh sungai, sehingga kualitas perairan danau turut pula ditentukan oleh segala sesuatu yang masuk dalam danau yang berasal dari DAS. Oleh karena itu pemanfaatan lahan wilayah DAS berkaitan denga tingkat erosi dan nutrien yang masuk dalam suatu perairan danau akan menyuburkan perairan sehingga menunjang pertumbuhan oragnisme air.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Danau Semayang, Melintang dan danau Jempang merupakan suatu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis yang sangat menentukan kehidupan didalamnya dan telah mengarah pada degradasi.
2. Kawasan danau merupkan daerah rawa tergenang dengan sumber air berasal sungai Mahakam dengan pembentukan sedimentasi akibat erosi.
3. Keberadaan berbagai jenis ikan, udang yang semakin berkurang bahkan pesut yang sudah tidak dijumpai didanau memberi gambaran bahwa telah terjadi gangguan terhadap fungsi ekologis kawasan ini.

B. Saran

1. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan aspek konservasi dan budidaya dalam pengembangan kawasan danau selain aspek sehingga dapat mempertahankan eksistensi ekosistem danau.
2. Penanggulangan tumbuhan air, pengelolaan sumberdaya perikanan, penanggulangan pencemaran perairan danau perlu segera dilakukan dengan pendekatan partisipatif guna menunjang tujuan kelestarian kawasan.






DAFTAR PUSTAKA


Abbas Adji Farhat, 2003. Pedoman Pemanfaatan Lahan Untuk Penataan Kawasan Sekitar Danau Semayang, Danau Melintang dan Danau Jempang. Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman (Unpublish)

Anonim, 1998. Propinsi Kalimantan Timur (Unpublish)

Anonim, 1996. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Danau Jempang Daerah Tingkat II Kutai


Riyono, Y. dkk, 1998. Inventarisasi Penutupan Lahan Kecamatan Kadunghalang Kabuapaten Bogor Tahun 1995 dari LANSAT-TM Warta LAPAN No.47 tahun ke XX Hal. 37-43.















MAKALAH

Analisis Fungsi Ekologi Danau Semayang, Melintang dan Danau Jempang

MATA KULIAH
EKOLOGI HUTAN LANJUTAN


Oleh:
Liza Niningsih
Idah Arianingsih
M. Syaffruddin
Anton S Sinery












PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN,
JANUARI, 2007
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
KEADAAN UMU 3
ANALISIS FUNGSI EKOLOGI
Kondisi dan Dinamika Kawasan
Hubungan Kondisi Iklim
Hubungan Kondisi Bio-geo-fisik
Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Ekosistem Danau
Penataan Kawasan Sekitar Danau
Penanggulangan Tumbuhan Air
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Penanggulangan Pencemaran Perairan Danau
Pemanfaatan Wilayah DAS
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran



KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga penulisan makalah dengan judul “Analisis Fungsi Ekologis Danau Semayang, Melintang dan Danau Jempang” dapat diselaikan dengan baik.
Pembuatan tugas ini merupakan salah satu syarat bagi peserta mata kuliah Ekologi Hutan Lanjutan denngan sasaran untuk melengkapi proses kegiatan pembelajaran pada Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman.
Kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan sumbangan saran atau kegiatan lain dalam proses penyusunan tugas ini. Selanjutnya mohon maaf apabila terdapat beberapa kesalahan atau kekeliruan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Tim Penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar